STRATEGI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN
KARAKTER
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Di dalam pembelajaran atau yang
lazim disebut dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) ada beberapa hal yang
sebenarnya menjadi substantif dan terkadang menjadi permasalahan yang tidak
disadari oleh setiap guru atau pendidik dalam proses pembelajaran. Seperti
halnya, guru yang sedang mengajar, belum tentu diikuti dengan kegiatan belajar
oleh siswanya. Siswa yang belajar terkadang tidak paham meskipun telah hafal.
Begitu juga dengan siswa yang paham, belum tentu dapat mempraktekkan
pengetahuan atau hafalannya tersebut ke dalam kehidupan nyata. Maka dari itu,
yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini adalah bagaimana seorang guru
dapat/mampu menerapkan strategi pembelajaran yang dapat menjadi alternatif dari
permasalahan tersebut.
Salah
satu strategi pembelajaran yang baik menurut penulis adalah strategi
pembelajaran kontekstual. Karena strategi pembelajaran kontekstual dapat
memadukan antara tiga aspek kecerdasan, antara lain aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Strategi pembelajaran kontekstual dapat memberikan ruang kepada
peserta didik untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.
Sehingga peserta didik tidak lagi dipandang sebagai objek, akan tetapi subjek
yang dapat menunjukkan eksistensi dan konstribusinya dalam pendidikan.
Permasalahan
terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum
bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan
itu akan digunakan dalam realita yang ada. Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh
dan mengolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang
betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami
konsep-konsep keilmuan yang bersifat pendidikan umum (seperti konsep-konsep
matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini
digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain
tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi
kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat
di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar
bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih
memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Strategi
pembelajaran yang baik dan menyenangkan, akan dapat juga menciptakan suasana
yang kondusif dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya suasana kondusif, maka
proses pembelajaran akan mendapatkan suatu hambatan di dalam pelaksanaannya.
Karena hal tersebut memiliki pengaruh terhadap keberhasilan suatu pendidikan.
oleh karena itu, dengan adanya strategi pembelajaran yang baik tersebut,
diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang memiliki kreatifitas dan
inovatif dalam melakukan aktualisasi dari gagasan-gagasan yang dimilikinya.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana konsep dan
aplikasi strategi pembelajaran kontekstual?
2.
Bagaimana peranan
strategi pembelajaran kontekstual dalam mengembangkan karakter peserta didik?
3.
Bagaimana relevansi
strategi pembelajaran kontekstual dengan pendidikan karakter?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR STRATEGI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari
konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa
hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri
materi pelajaran. Kedua, CTL
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupannya, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa
dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran
itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran
dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan
tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan
dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran
yang mengguanakan pendekatan CTL.
1.
Dalam CTL, pembelajaran
merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya sesuatu yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh memiliki keterkaitan
satu sama lain.
2.
Pembelajaran yang
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara
deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memperhatikan detailnya.
3.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, akan tetapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pegetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
4.
Memparaktikkan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak ada perubahan pada
perilaku siswa.
5.
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik (feed back) untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.
B.
NILAI-NILAI KARAKTER
DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1.
Nilai Kepedulian
Yaitu sifat yang membuat
pelakunya merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Mengetahui bagaimana
rasanya jadi orang lain, terkadang ditunjukkan dengan tindakan memberi dan
terlibat dengan orang lain tersebut. Kepedulian bukan hanya mendorong tindakan
memberi atau menyumbangkan sesuatu yang dibutuhkan atau berguna bagi orang
lain, akan tetapi juga memunculkan tindakan melibatkan diri dan terjun langsung
untuk melakukan tindakan (action).
2.
Nilai Tanggung Jawab
Sikap tanggung jawab
dapat menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki karakter yang baik atau tidak.
Tanggung jawab tidak bisa dilepaskan dari amanah atau kepercayaan yang telah
diberikan kepada seseorang. Pada dasarnya hidup itu dipenuhi dengan pilihan, yaitu
memilih untuk bertindak dan bersikap. Bertanggung jawab pada suatu benda, baik
benda mati atau benda hidup berarti melahirkan sikap dan tindakan atas benda
itu.
3.
Nilai Penghormatan
Esensi penghormatan
adalah untuk menunjukkan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada
orang lain dan diri sendiri. Rasa hormat biasanya ditunjukkan dengan sikap
sopan dan juga membalas kebaikan, baik berupa sikap maupun pemberian. Sedangkan
rasa hormat juga bisa berarti sikap toleran, terbuka dan menerima perbedaan
sekaligus menghormati otonomi orang lain. Aturan penghormatan adalah bahwa
seluruh manusia pada dasarnya memiliki hak untuk dihormati dan saling
menghormati.
4.
Nilai Kesadaran
Dengan pengetahuan yang
telah dimiliki, maka diharapkan ada suatu tindakan individu untuk
mengaktualisasikan apa yang menjadi pengetahuannya tersebut dengan
keterkaitannya di dalam kehidupan nyata. Nilai kesadaran akan dapat
terealisasikan dengan baik ketika individu tersebut dapat mengaitkan
pengetahuan dengan realita yang ada.
5.
Nilai Keadilan
Sikap adil merupakan
kewajiban moral dari setiap individu. Kita diharapkan dapat memperlakukan semua
orang secara adil. Kita harus mendengarkan orang lain dan memahami apa yang
mereka rasakan dan pikirkan atau setidaknya yang mereka katakan. Adil harus
dilakukan baik dalam pikiran dan perbuatan. Menurut Jeans Main dalam novel
“Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer, bahwa seorang terpelajar harus juga
belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.
C.
ASAS-ASAS STRATEGI PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Strategi
pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7
asas-asas yang melandasi pelaksanaannya dengan menggunakan pendekatan CTL.
Sering kali asas ini disebut juga dengan komponen-komponen CTL, di antaranya:
1.
Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang
menjadi pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut.
Dengan demikian, pengetahuan itu tidak bersifat statis, tetapi bersifat
dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruknya. Lebih jauh
menurut Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:
a.
Pengetahuan bukanlah
merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan
konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b.
Subjek membentuk skema
kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c.
Pengetahuan dibentuk
dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila
konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Asumsi
itu yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya
mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses
pengamatan dan pengalaman. Atas dasar asumsi tersebutlah, maka penerapan asas
konstruktivisme dalam pembelajaran CTL, siswa didorong untuk mampu
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
2.
Inkuiri
Inkuiri
merupakan asas dalam pembelajran CTL, dalam artian proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis. Pengetahuan bukanlah sejuta fakta hasil dari mengingat, akan tetapi
hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikan dalam proses perencanaan,
guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancangpembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi
yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang
yang tidak terjadi secara mekanis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan
melalui beberapa langkah, yaitu;
a.
Merumuskan masalah
b.
Mengajukan hipotesa
c.
Mengumpulkan data
d.
Menguji hipotesa
berdasarkan data yang ditemukan
e.
Membuat kesimpulan
Penerapan
asas ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan
masaah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong
untuk menemukan masalah. Asas menemukan tersebut, merupakan asas yang penting
dalam pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir secara sisematis seperti
langkah-langkah di atas, diharapkan siswa mampu memiliki sikap ilmiah,
rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan
kreativitas.
3.
Bertanya (Questioning)
Belajar
pada hakikatnya adalah bertanya dan mejawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam
proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,
akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran
bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat
membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya.
Dalam suatu
pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a.
Menggali informasi
tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b.
Membangkitkan motivasi
siwa untuk belajar.
c.
Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d.
Memfokuskan siswa pada
sesuatu yang diinginkan.
e.
Membimbing sisiwa untuk
menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4.
Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar dalam CTL, menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam
lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari sharing dengan orang lain, antar teman,
antar kelompok. Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling
berbagi pengalaman, informasi dan pengetahuan. Dalam kelas CTL, penerapan asas
masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok. Kemudian guru dapat memberikan pendampingan dengan cara mendatangkan
orang-orang yang memiliki kehalian di bidang tertentu yang sedang dibahas oleh
siswa.
5.
Pemodelan (Modelling)
Asas
modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru olah raga memberikan contoh
tentang bagaimana cara menendang bola, atau guru biologi memberikan contoh
bagaimana cara mencangkok tanaman. Proses modelling tidak terbatas dari guru
saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki
kemampuan. Misalnya, siswa yang bisa menendang bola dapat disuruh untuk
memberikan contoh pada siswa yang lain.
6.
Refleksi (Reflection)
Refleksi
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan melakukan
cara mengurtkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa pada akhirnya akan menjadi bagian dari
pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan
memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah
pengetahuannya. Dalam proses pembelajaran CTL, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau
mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa
menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang
pengalaman belajarnya.
7.
Penilaian nyata (Authentic Assessment)
Penilaian
nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, memahami atau tidak,
menguasai atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang
positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian
yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.
Penilaian ini dilakukan secara kontinu selama kegiatan berlangsung. Oleh sebab
itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
D.
PROSEDUR PELAKSANAAN
STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Untuk
memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran, di bawah ini
disajikan contoh penerapannya. Dalam contoh tersebut dipaparkan bagaimana guru
menerapkan pembelajaran dengan pola konvensional dengan pola CTL. Hal ini
dimaksudkan agar dapat memahami perbedaan penerapan kedua pola pembelajaran
tersebut.
Misalkan pada suatu
hari guru akan membelajarkan kepada siswanya tentang fungsi pasar. Kompetensi
yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan jenis pasar.
Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar,
seperti:
-
Siswa dapat menjelaskan
pengertian pasar.
-
Siswa dapat menjelaskan
jenis-jenis pasar.
-
Siswa dapat menjelaskan
perbedaan karakteristik antara pasar tradisonal dengan pasar nontradisional
(misalnya pasar swalayan dengan super market)
-
Siswa dapat
menyimpulkan fungsi pasar.
-
Siswa mampu membuat
karangan yang ada kaitannya dengan pasar.
1.
Pola pembelajaran
konvensional
Untuk mencapai tujuan
kompetensi di atas, mungkin guru menerapkan strategi pembelajaran sebagai
berikut:
a.
Siswa disuruh untuk
membaca buku tentang pasar
b.
Guru menyampaikan
materi pelajaran sesuai dengan pokok-pokok materi pelajaran seperti yang
terkandung dalam indikator hasil belajar.
c.
Guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk bertanya mana kala ada hal-hal yang dianggap kurang jelas
(diskusi).
d.
Guru mengulas
pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan
menyimpulkan.
e.
Guru melakukan
post-test evaluasi sebagai upaya untuk menge-ceck terhadap pemahaman siswa
tentang materi pelajaran yang telah disampaikan.
f.
Guru menegaskan kepada
siswa untuk membuat karangan sesuai dengan tema pasar.
Dari
model pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas, maka tampak bahwa
proses pembelajaran sepenuhnya ada pada kendali guru. Siswa diberi kesempatan
untuk mengeksplorasi. Pengalaman belajar siswa terbatas, hanya sekedar
mendengarkan. Mungkin terdapat pengembangan proses berpikir, tetapi proses
tersebut sangat terbatas dan terjadi pada proses berpikir taraf rendah. Melalui
proses pembelajaran seperti itu, maka jelas faktor-faktor psikologis anak tidak
berkembang secara utuh, misalnya mental dan motivasi belajar siswa.
2.
Pola pembelajaran
kontekstual (CTL)
Untuk mencapai
kompetensi yang sama dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, guru
melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini:
a.
Pendahuluan
1). Guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan
pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2). Guru menjelaskan
prosedur pembelajaran kontekstual (CTL);
- Siswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa
- Tiap kelompok
ditugaskan untuk melakukan observasi
- Melalui observasi,
siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang di temukan di pasar-pasar
tersebut.
3).
Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
b.
Inti
Di lapangan:
1.
Siswa melakukan
observasi ke pasar sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
2.
Siswa mencatat hal-hal
yang ditemukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan
sebelumnya.
Di
dalam kelas:
1.
Siswa mendiskusikan
hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2.
Siswa melaporkan hasil
diskusi
3.
Setiap kelompok
menjawab dari setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
Penutup
1.
Dengan bantuan guru,
siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan
indikator hasil belajar yang harus dicapai.
2.
Guru menugaskan siswa
untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “pasar”.
Untuk
itu, ada beberapa catatan dalam pembelajaran kontekstual (CTL) sebagai berikut:
1.
Pembelajaran
kontekstual/CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
2.
CTL memandang bahwa
belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan
nyata.
3.
Kelas dalam
pembelajaran CTL, bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi
sebagai tempat untuk menguji data hasil dari temuan di lapangan.
4.
Materi pelajaran
ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil dari orang lain.
E.
VARIASI PENGEMBANGAN
STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Variasi
pengembangan yang dirumuskan oleh penulis adalah variasi dinamika group.
Artinya, siswa yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok akan diberikan tugas
sesuai dengan tema yang sudah dibagikan. Misalnya pada mata pelajaran ekonomi,
tema yang ditentukan adalah tentang pasar tradisional dan pasar modern. Maka,
ilustrasinya adalah kelas dibagi menjadi empat kelompok. Kemudian masing-masing
kelompok diberikan tugas untuk melakukan observasi ke pasar tradisional dan
pasar modern. Sehingga diharapkan siswa tersebut menemukan materi sendiri di
lapangan.
Selanjutnya,
pada pertemuan belajar setelah siswa tersebut melakukan observasi, maka untuk
mengembangkan variasi strategi pembelajaran kontekstual ini, penulis
mengembangkan strategi pembelajaran dengan nama “Kursi Kontoversi” atau “Controversion Chair”. Ilustrasi
pengembangan strategi ini adalah:
1.
Menyusun kursi dengan
bentuk berhadapan
2.
Dengan guru sebagai mediator
berada di tengah, di antara kelompok tersebut
3.
Dua kelompok dipanggil
untuk saling duduk berhadapan
4.
Guru sebagai mediator
menjadi pengatur jalannya debat
5.
Sesuai dengan tema yang
ada, maka satu kelompok pertama diberikan waktu untuk mempresentasikan materi
tentang pasar tradisional yang ditemukannya di lapangan.
6.
Kemudian, dilanjutkan
dengan presentasi kelompok kedua tentang pasar modern.
7.
Setelah itu, diberikan
kesepatan kepada masing-masing kelompk untuk saling bertanya dan menjawab
setiap pertanyaan dari masing-masing kelompok.
Dengan
variasi pengembangan yang disebut dengan “Kursi Kontroversi” atau
“Controversion Chair” ini, diharapkan siswa dapat mengeksplorkan setiap
gagasan-gagasannya yang telah ditemukan di lapangan atau dari hasil
observasinya tersebut. Dengan demikian, ada suatu pembelajaran, dimana siswa
telah menemukan materi dan mengaitkannya materi tersebut dengan kehidupan yang
nyata. Sehingga materi yang telah diajarkan juga tidak hanya menjadi
pengetahuan yang bersifat hafalan. Karena di dalam variasi pengembangan
strategi pembelajaran ini juga memberikan ruang kepada siswa untuk terlibat dan
berinteraksi aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Contoh.
Gambar variasi pengembangan startegi pembelajaran konteksual dengan
pembelajaran “Kursi Kontroversi” atau “Controversi
Chair”
F.
KEUNGGULAN DAN
KELEMAHAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL.
Pembelajaran
konstekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran konstekstual
disini melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran, seorang siswa
didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik
yang akan dipelajarinya. Pembelajaran konstekstual mengarahkan siswa kepada
upaya untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi
pembelajaran. Didalam pembelajaran konstekstual, belajar bukanlah menghafal,
akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang
mereka miliki.
Pembelajaran
konstekstual mengarahkan siswa kepada proses pemecahan masalah, sebab dengan
memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh, bukan hanya perkembangan
intelektual tetapi juga mental dan emosionalnya. Belajar secara konstekstual
adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan. Belajar adalah proses
pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang
kompleks.
1.
Keunggulan strategi
pembelajaran konstekstual
a.
Pembelajaran
konstekstual mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata
siswa secara terintegrasi dan alamiah sehingga mampu menggali, berdiskusi,
berpikir kritis, dan memecahkan masalah nyata yang dihadapinya dengan cara
bersama-sama.
b.
Pembelajaran
konstekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya
siswa tidak hanya diharapkan dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan
tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku/tingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Pembelajaran
konstekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya
menerima materi pelajaran, melainkan dengan cara proses mencari dan menemukan
sendiri materi pelajaran.
Didalam pembelajaran konstekstual
terdapat lima karakteristik penting, yaitu bahwa pembelajaran merupakan upaya
untuk:
1.
Mengaktifkan
pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas
dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
2.
Memperoleh dan menambah
pengetahuan. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan.
3.
Memahami pengetahuan,
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami.
4.
Mempraktikkan
pngetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
5.
Melakukan refleksi
terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan model
konstekstual:
a.
Siswa dipandang sebagai
individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar siswa akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya.
b.
Setiap siswa memiliki
kecenderungan untuk mempelajari hal-hal yang baru dan memecahkan setiap
persoalan yang menantang.
c.
Belajar bagi siswa
adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
d. Tugas
guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan,
tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik belajar. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang
pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaraan secara keseluruhan.
2.
Kelemahan Strategi
Pembelajaran Konstekstual
a.
Membutuhkan
waktu yang lama bagi peserta didik untuk bisa memahami semua materi.
b.
Guru lebih intensif
dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai
pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
c.
Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan
mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
G.
PERAN STRATEGI
PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK.
Setiap
siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Perbedaan yang dimiliki siswa
tersebut oleh Bobbi deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar.
Menurut seorang Bobbi deporter ada tiga gaya belajar siswa, yaitu meliputi:
tipe visual, tipe auditorial, tipe kinestetis. Tipe visual adalah gaya belajar
yang dilakukan dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar
dengan cara menggunakan indra penglihatan yang dimilikinya. Tipe auditorial
adalah tipe belajar yang menggunakan dengan cara indra pendengaran yang
dimiliki. Tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja dan
menyentuh.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan bagi setiap guru didalam menggunakan pendekatan
CTL/konstekstual yakni:
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai
individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak
bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada
dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh
tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah
sebagai instruktur atau “penguasa”
yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka
dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar
hal-hal yang baru dan memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan
demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting
untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan
atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah
diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mempu
menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema
yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi),
dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu
melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi
Tugas
guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan,
tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik belajar. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang
pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaraan secara keseluruhan.
H.
RELEVANSI STRATEGI
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pembelajaran kontekstual merupakan metode
pembelajaran yang menekankan pengetahuan dengan pengalaman nyata. Artinya, ada
suatu usaha untuk mengkaitkan antara konsep yang dipelajari dengan kenyataan
yang ada. Sehingga apa yang menjadi pengetahuan dapat diaktualisasikan di
kehidupan nyata. Karena dalam pembelajaran kontekstual bukanlah pembelajaran
yang menekankan pada hafalan-hafalan semata. Dalam hal ini, maka adanya
pendekatan integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik dan afektif agar
tujuan pembelajaran tersebut tercapai.
Pembentukan
karakter adalah bagian integral dari orientasi pendidikan islam. Tujuannya
adalah membentuk kepribadian seseorang agar berperilaku jujur, baik,
bertanggung jawab, fair, menghormati, dan menghargai orang lain, adil, tidak diskriminatif,
egaliter, pekerja keras, dan karakter-karakter unggul lainnya. Pendidikan
sebagai pembentukan karakter semacam ini tidak bisa dilakukan dengan cara
mengenali atau menghafal jenis-jenis karakter manusia yang dianggap baik begitu
saja, melainkan harus melalui pembiasaan dan praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
Pendidikan
tidak bisa dilepaskan dari perkembangan budaya yang telah ada. Perkembangan
kebudayaan sering berkaitan dengan karakter dan kepribadian individu. Istilah
karakter juga menunjukkan bahwa tiap-tiap sesuatu memiliki perbedaan. Dalam
istilah modernnya, tekanan pada istilah perbedaan (distinctiveness) atau individualitas (individuality) cenderung membuat kita menyamakan antara istilah
karakter dan personality (kepribadian), sehingga dapat diasumsikan bahwa orang
yang memiliki karakter berarti telah memiliki kepribadian.
Istilah
kepribadian juga berkaitan dengan istilah karakter, yang diartikan sebagai
totalitas nilai yang mengarahkan manusia dalam menjalani hidupnya. Jadi,
istilah tersebut berkaitan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh seseorang.
Orang yang matang dan dewasa biasanya menunjukkan konsistensi dan karakternya.
Ini merupakan akibat keterlibatannya secara aktif dalam proses pembangunan
karakter. Jadi, karakter dibentuk oleh pengalaman dan pergumulan hidup. Pada
akhirnya tatanan dan situasi
kehidupanlah yang menentukan terbentuknya karakter masyarakat kita.
Dengan
demikian, apabila pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip untuk
dikembangkan, seperti kontruktivis, inkuiri, questioning, learning community,
modelling, reflection, dan authentic asessment sebagai penunjang dalam
mengembangkan karakter peserta didik. Maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan; pertama, manusia adalah
makhluk yang dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu kebenaran yang ada dalam dirinya
dan dorongan atau kondisi eksternal yang mempengaruhi kesadarannya. Oleh karena
itu, pendidikan yang bertujuan menumbuhkan karakter peserta didik perlu
sekaligus mengenalkan konsep yang baik dan menciptakan lingkungan yang
mengkondisikan peserta didik mencapai pemenuhan karakter utamanya. Penciptaan
konteks (komunitas belajar) yang baik dalam pemahaman akan konteks peserta
didik (latar belakan dan perkembanagan psikologi) menjadi bagian penting dalam
membangun karakter.
Kedua, konsep pendidikan
dalam rangka pembangunan karakter peserta didik sangat menekankan pentingnya
kesatuan antara keyakinan, perkataan dan tindakan. Hal ini paralel dengan
keyakinan dalam islam yang menganut antara kesatuan roh, jiwa dan badan.
Ketiganya dapat membentuk entitas ontologi manusia yang tidak bisa direduksi ke
dalam bagian-bagiannya. Prinsip ini sekaligus memperlihatkan pentingnya
konsistensi dalam perilaku manusia dalam tindak kehidupan sosial sehari-hari. Ketiga, pendidikan karakter mengutamakan
munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan
karakter positif dalam dirinya. Keempat,
pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang tidak hanya
memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri, akan tetapi kesadaran untuk
mengembangkan dirinya, memperhatikan masalah lingkungannya, dan memperbaiki
kehidupan nyata seseuai dengan pengetahuan dan karakternya. Kelima, karakter seseorang ditentukan
oleh apa yang dilakukannya berdasarkan pilihan bebasnya. Dalam kehidupan
sehari-hari setiap keputusan yang diambil seseorang mencerminkan kualitas
seseorang di mata orang lain. Seseorang yang mampu mengambil pilihan yang
tepat, maka individu tersebut sebetulnya menunjukkan kualitas karakter yang
dimilikinya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pada dasarnya, strategi
pembelajaran kontekstual sangat menekankan dalam pengembangan 3 aspek, yaitu
kognitif, psikomotorik dan afektif. Maka dari itu, sangatlah penting apabila
peserta didik atau siswa diberikan ruang untuk terlibat di dalam kegiatan
pembelajaran.
Relevansinya
pembelajaran kontekstual dengan pendidikan karakter adalah dikarenakan adanya
tujuan yang sama, yaitu tidak hanya mengutamakan pemupukan pengetahuan
(kognitif), melainkan yang terpenting adalah pendampingan dan pembinaan
terhadap peserta didik dalam mengembangkan karakter yang menekankan pembiasaan
sistem nilai (value) aktual dan aktualisasi diri sendiri. Dalam konteks ini,
maka pembelajaran kontekstual dapat memberikan wadah atau sarana kepada peserta
didik untuk mengembangkan karakter.
B.
Saran
Pembelajaran
kontekstual sangat strategis untuk diterapkan di sekolah-sekolah dalam rangka
mengembangkan karakter peserta didik. Oleh karena itu, dengan diterapkannya
pembelajaran kontekstual di sekolah-sekolah, maka peserta didik dapat
mengaitkan dan melibatkan dirinya dari apa yang telah menjadi pengetahuannya
terhadap kehidupan nyata. Bagi guru-guru yang sangat menginginkan agar peserta
didiknya dapat merealisasikan pengetahuannya, maka strategi pembelajaran
kontekstual inilah yang cocok untuk kegiatan belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Hamruni, M.Si. Prof.
Dr. H. Strategi dan model-model pembelajaran aktif-menyenangkan.
Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009
Kesuma, Dharma, Drs. M.pd. Hermana, Dody, Dr. MBA, M.Si, dkk. Contextual Teaching and Learning.Yogyakarta:
Rahayasa,2010
Mu’in,
Fatchul, Pendidikan Karakter, Konstruksi
Teoritik dan Praktik: Urgensi Pendidikan Progressif dan Revitalisai Peran Guru
dan Orang Tua, Yogyakarta:Ar ruzz Media,2011
Sanjaya,
Wina, M.Pd. Prof. H. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana,2010
Tim
Direktorat Pendidikan Madrasah, Wawasan
Pendidikan Karakter dalam Islam, Jakarta:Direktoran Pendidikan Madrasah
Kementrian Agama,2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar