STRATEGI
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERMUATAN KARAKTER
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Peraturan
Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Repupblik
Indonesia. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta membentuk peradaban bangsa yang
bermartabat.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning atau PBL) baru
muncul akhir abad ke 20, dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980).
Awalnya Pembelajaran Berbasis Masalah dikembangkan
sekitar 25 tahun yang lalu dalam dunia pendidikan kedokteran, dan sekarang telah
dipakai pada semua tingkatan pendidikan, dalam sekolah profesional berskala
luas, maupun universitas. PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah
itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan pesrta didik dalam proses
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada siswa, yang mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang
bertambah kompleks sekarang ini.
Pembelajaran Berbasis
Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar siswa. Siswa
menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya
di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Dari
penjelasan di atas, selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang bagaimana konsep dasar SPBM,
karakteristik SPBM, lagkah-langkah dalam pelaksanaan SPBM, hakikat dari masalah SPBM, variasi pembelajaran SPBM, kelemahan
dan kelebihan dari SPBM. Selanjutnya akan dibahas juga tentang nilai-nilai
karakter dari SPBM, dan bagaimana peran SPBM dalam membangun karakter peserta
didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR DAN KARAKTERISTIK SPMB
Landasan
teori pembelajaran berbasis masalah adalah kolaborativisme, yaitu suatu
perspektif yang berpendapat bahwa siswa akan menyusun pengetahuan dengan cara
membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari
semuanya itu akan memperoleh hasil dari kegiatan berinteraksi dengan sesama
individu.
Pembelajaran
berbasis masalah memiliki gagasan bahwa tujuan pembelajaran dapat dicapai jika
kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik,
relevan dan di presentasikan dalam suatu konteks, tujuannya agar siswa memiliki
pengalaman sebagaimana nantinya mereka menghadapi kehidupan profesionalnya.
Pengalaman tersebut sangat penting sebagaimana dinyatakan dalam model
pembelajaran Kolb (1976) yang menekankan bahwa pembelajaran akan efektif bila
dimulai dengan pengalaman yang kongkret. Pertanyaan, pengalaman, formulasi
serta penyususnan konsep tentang permasalahan yang mereka ciptakan sendiri
sehingga hal itu akan menjadi dasar untuk pembelajaran.
Aspek
terpenting dalam pembelajaran berbasis masalah adalah bahwa pembelajaran
dimulai dengan permasalahan dan dari permasalahan tersebut akan menentukan arah
pembelajaran dalam kelompok. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan
pembelajaran, peserta didik di dorong untuk mencari informasi yang diperlukan
untuk menyelesaikan permasalahan.
Salah
satu keuntungan dari pembelajaran berbasis masalah adalah para siswa di dorong
untuk mengeksplorasikan pengetahuan yang dimilikinya kemudian mengembangkan
keterampilan pemebelajaran yang independen untuk mengisis kekosongan yang ada.
Strategi
pembelajaran berbasis masalah (SPBM), dapat diartikan sebagai rangkaian
aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah. Dalam SPBM terdapat tiga ciri utama, yaitu:
1.
SPBM, merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa. Siswa tidak hanya sekedar mendengarkan,
mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran yang diberikan, akan tetapi
melalui SPBM ini siswa dianjurkan untuk aktif dalam berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data dan dapat menyimpulkannya.
2.
Aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaiakan masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran. Artinnya, tanpa adanya masalah maka tidak
mungkin adanya proses pembelajaran.
3.
Pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan
menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses
berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya
berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris
artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang
jelas.
Dalam
mengimplementasikan SPBM, langkah awal yang harus dilakukan oleh guru atau
pendidik adalah memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat
dipecahkan. Permasalahan dapat diambil dari mana saja, baik dari buku teks atau
dari sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan
sekitar, baik dari peristiwa dalam keluarga maupun peristiwa kemasyarakatan.
Strategi
pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan:
1.
Manakala guru
menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran,
akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh.
2.
Apabila guru bermaksud
untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan
menganalisis situasi, menerapkan penegetahuan yang mereka miliki dalam situasi
baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan
kemapuan dalam membuat judgment
secara objektif.
3.
Manakala guru
menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan
intelektual siswa.
4.
Jika guru ingin
mendorong siswa untuklebih bertanggung jawa dalam belajarnnya.
5.
Jika guru ingin agar
siswanya memehami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya
(hubungan antara teori dengan kenyataan).
B. NILAI-NILAI KARAKTER DALAM SPBM
Karakter
adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues)
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya dan hormat kepada orang
lain.
Berdasarkan
penjelasan di atas, berikut ini adalah nilai-nilai karakter yang terkandung dan
SPBM :
1.
Kreatif,
dalam hal ini siswa diharapkan untuk berpikir dan melakukan sesuatu dalam
menyelesaikan masalah.
2.
Mandiri,
yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
3.
Kerja keras,
yaitu perilaku seorang siswa yang menunjukkan upayanya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
4.
Rasa ingin tahu,
yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat dan didengar.
5.
Toleransi,
yaitu sikap menghargai pendapat orang lain. Dalam hal ini siswa dianjurkan agar
dapat menerima pendapat dari teman kelompoknya.
6.
Percasya diri,
siswa diharapkan mampu mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang menjadi
permasalahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
7.
Kritis,
sikap yang mampu menemukan dan menyelesaikan permasalahan.
C. HAKIKAT MASALAH DALAM
STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Ada perbedaan antara
pembelajaran inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah. Perbedaan tersebut
terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin dicapai. Masalah dalam
pembelajaran inkuiri adalah masalah yang bersifat tertutup. Artinya, jawaban
dari masalah itu sudah pasti, oleh sebab itu, jawaban dari masalah yang dikaji
itu sebenarnya guru sudah mengetahui dan memahaminya, namun tidak secara
langsung menyampaikannya kepada siswa. Dalam pembelajaran inkuiri tugas guru
pada dasarnya mengrahkan siswa melalui proses Tanya jawab pada jawaban yang
sebenarnya sudah pasti. Tujuan yang ingin dicapai oleh pembelajaran inkuiri
adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa tentang jawaban dari suatu
masalah.
Berbeda dengan
pembelajaran inkuiri, masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah
masalah yang bersifat terbuka; jawaban dari masalah tersebut belum pasti.
Setiap siswa, bahkan guru, mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian,
pembelajaran berbasis masalah memberikan kesempatan pada siswa kesempatan untuk
bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai adalah kemampuan
siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam
rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakekat masalah dalam
pembelajaran berbasis masalah adalah gap atau
kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara
kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa
dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan. Oleh
karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi
pelajaran yang bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
Di
bawah ini adalah beberapa kriteria pemilihan bahan pembelajaran dalam
pembelajaran berbasis masalah, yaitu:
1.
Bahan pembelajaran
harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issues) yang bisa bersumber dari berita, rekaman, video,
dan lainya.
2.
Bahan pembelajaran yang
bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan
baik.
3.
Bahan yang berhubungan
dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
4.
Bahan yang mengandung
tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum
yang berlaku.
5.
Bahan yang dipilih
sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.
D.. PROSEDUR PELAKSANAAN
STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Banyak
ahli yang menjelaskan bentuk penerapan pembelajaran berbasis masalah ini,
misalnya John Dewey dan David Johnson dan Johnson. John Dewey seorang ahli
pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan enam langkah SPBM yang kemudian
dia namakan metode pemecahan masalah (problem
solving), yaitu:
1.
Merumuskan masalah,
yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2.
Menganalisis masalah,
yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3.
Merumuskan hipotesis,
yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
4.
Mengumpulkan data,
yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah.
5.
Menguji hipotesis,
yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan
penerimaan atau penolakan hipotesis yang diajukan.
6.
Merumuuskan rekomendasi
pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat
dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Semenara
David Johnson & Johnson mengemukakan ada lima langkah penerapan Strategi
Pembelajaran berbasis Masalah (SPBM) melalui kegiatan kelompok, yaitu:
1.
Mendefinisikan masalah,yaitu
merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga
siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa
meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk
dipecahkan.
2.
Mendiagnosis masalah,
yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah,serta menganalisis berbagai
faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung
dalam penyelesaian msalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok
kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas
yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghamba yang diperlkan.
3.
Merumuskan alternative
strategi, yaitu menguji
setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini
setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi
tentang kemungknan setiap tidakan yang dapat dilakukan.
4.
Menemukan dan
menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan
keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5.
Melakukan evaluasi,
baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi
terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan belajar; sedangkan evaluasi
hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapakan
dalam pembelajaran.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menumbuhkan
sikap ilmiah, dari beberapa bentuk pembelajaran berbasis masalah yang kemukakan
para ahli, maka secara umum bisa dilakukan dengan langkah-langkah:
1.
Menyadari masalah
Implementasi
SPBM harus dimulai dengan kasadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada
tahap ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau
lingkungan sosial. Kamampuan yang dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah
siswa dapat mentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai
fenomena yang ada. Mungkin pada tahap ini siswa dapat mendorong siswa agar
menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji baik melalui
kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan individual.
2.
Merumuskan masalah
Rumusan
masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan
kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data apa yang harus
dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya
untuk mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah, sehingga pada akhirnya muncul
rumusan masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.
3.
Merumuskan hipotesis
Sebagai
proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif, maka
merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah siswa dapat
menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan. Melalui analisis
sebab akibat inilah pada akhirnya siswa diharapkan dapat menentukan berbagai
kemungkinan penyelesaian masalah. Dengan demikian, upaya yang dapat dilakukan
selanjutnya adalah mengumpulkan data yang sesuai dengan hipotesis yang
diajukan.
4.
Mengumpulkan data
Sebagai
proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiyah
merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara penyelesaian masalah
sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai denga data yang ada. Proses
berpikir ilmiah bukan proses berimajinasi akan tetapi proses yang didasarkan
pada pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahapan ini siswa didorong untuk
mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah
kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian memetakan dan
menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
5.
Menguji hipotesis
Berdasarkan
data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis mana yang diterima
dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini
adalah kecakapan menelaah data dan sekaliigus membahasnya untuk melihat
hubungannya dengan masalah yang dikaji, sehingga bisa mengambil keputusan dan
kesimpulan.
6.
Menentukan pilihan
penyelesaian
Menentukan
pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan yang
diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternative penyelesaian
yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang
akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk
memperhitungkan akibatnya
E. VARIASI PENGEMBANGAN
STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
Bosan merupakan masalah
yang selalu terjadi dimana-mana dan orang selalu berusaha menghindarinya. Bosan
terjadi jika seorang selalu melihat, merasakan, mengalami peristiwa yang sama
secara berulang-ulang. Begitu juga dengan proses pembelajaran atau pengajaran
oleh guru. Jika guru tidak pandai mengadakan variasi pengajaran tentunya
peserta didik akan mengalami kejenuhan atau kebosanan. Factor kebosanan yang
disebabkan oleh adanya penyajian kegiatan belajar tanpa variasi akan
mengakibatkan perhatian, motivasi, dan minat siswa terhadap pelajaran,
guru menurun. Untuk itu diperlukan
adanya keberagaman dalam penyajian kegiatan belajar terutama dalam SPBM atau
PBL.
Menggunakan variasi
diartikan sebagai perbuatan guru dalam konteks proses belajar mengajar yang
bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajar siswa
senantiasa menunjukkan ketekunan, keantusiasan, serta berperan secara aktif
(Hasibuan, 1986:64). Variasi adalah keanekaragaman yang membuat sesuatu tidak
monoton. Variasi di dalam kegiatan pembelajaran dapat menghilangkan kebosanan,
meningkatkan minat dan keingintahuan siswa, melayani gaya belajar siswa yang
beragam, serta meningkatkan kadar keaktifan siswa.
Dari definisi di atas,
bisa ditarik kesimpulan bahwa variasi gaya mengajar adalah pengubahan tingkah
laku, sikap dan perbuatan guru dalam kontek belajar mengajar yang bertujuan
untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga siswa memiliki minat belajar yang
tinggi terhadap pelajarannya. Dan ini bisa dibuktikan melalui ketekunan,
antusiasme, keaktifan mereka dalam belajar dan mengikuti pelajarannya di kelas.
Variasi yang dapat kita
kembangkan dalam SPBM atau PBL tersebut adalah Pembelajaran Simulatif.
Pembelajaran
simulatif atau simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk meniru suatu kegiatan, pekerjaan yang dituntut
dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan tugas yang akan menjadi tanggungjawab
jika kelak siswa tersebut sudah bekerja.
Misalnya; simulasi
mengajar, simulasi menolong orang yang sakit, dan sebagainya. Dengan demikian
simulasi sebagai salah satu model atau variasi pembelajaran yang merupakan
peniruan pekerjaan yang menuntut kemampuan tertentu dari siswa sesuai dengan
kurikulum yang ditetapkan.
Dari variasi
pembelajaran simulatif tersebut dapat membuat para siswa tidak bosan ataupun
jenuh dalam ruangan atau kelas, disini mereka dituntut untuk mempraktekan.
Contohnya dalam hal pelajaran matematika: pada umunya semua siswa tahu tentang
perkalian, pengurangan, penambahan, dan pembagian, tetapi untuk mempermudahkan
pemahaman seorang siswa bisa dipraktetkkan dengan menggunakan mata uang ataupun
benda yang ada disekitar mereka guna mendukung pembelajaran tersebut.
Pembelajaran simulatif bisa juga
menggunakan dengan model sebagai berikut :
a.
Kembangkan sebuah
pertanyaan yang terkait dengan persoalan controversial
yang berhubungan
dengan topik pembelajaran.
b.
Bagi kelas menjadi
kelompok. Kelompok yang kontra dan kelompok yang pro.
c.
Masing-masing kelompok
yang pro dan yang kontra membentuk sub kelompok dan mengembangkan dan
merumuskan argumen-argumen untuk mendukung kelompoknya.
d.
Setiap sub kelompok
menunjuk seorang juru bicara.
e.
Siapkan di depan kelas
2 – 4 kursi (sesuai jumlah sub kelompok). Masing-masing juru bicara bicara
menempati kursi yang ada di depan kelas. Peserta didik yang lain duduk di belakang juru
bicaranya masing-masing (bisa dimodifikasi)
f.
Mulailah debat dengan menampilkan
juru bicara masing-masing secara bergantian antara regu yang pro dan yang
kontra dengan argumenya masing-masing.
g.
Masing-masing kelompok
/sub kelompok mempersiapkan dan menyampaikan bantahan atau argumenya
demikian seterusnya dilakukan sampai waktunya dianggap cukup.
h.
Setelah selesai para
peserta didik kembali ke posisi semula.
i.
Refleksi, adakan refleksi dengan
komentar-komentar dari peserta didik. Peserta didik mengidentifikasi
argumen-argumen yang dianggap tepat/baik untuk masing-masing kelompok. Guru
dapat memberikan respon atau tanggapan.
Catatan :
1. Dalam debat tidak perlu menentukan
kelompok mana yang menang/benar dan
kelompok mana yang kalah/salah.
2. Sebagai variasi disamping 2 – 4 kursi
untuk masing-masing kelompok tambhkan kursi satu kursi kosong untuk menyediakan
siapa yang mau berbicara.
3. Usahakan setiap argumen selesai
disampaikan diiringi dengan tepuk tangan.
F. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
STRATEGI PBM
- Keunggulan
Sebagai suatu strategi
pembelajaran, strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa
keunggulan, berikut ini di antaranya:
- Pemecahan
masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
- Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan
siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi
siswa.
- Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas
pembelajaran siswa.
- Pemecahan masalah dapat membantu siswa
bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
- Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran
yang mereka lakukan.
- Melalui pemecahan masalah dianggap lebih
menyenangkan dan disukai siswa.
- Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
- Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam
dunia nyata.
- Pemecahan
masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar.
Selain
itu, Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan aktivitas siswa,
baik secara individual maupun secara kelompok karena hampir di setiap langkah
menuntut adanya keaktifan siswa.
b.
Kelemahan
Di
samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
- Manakala
siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
- Keberhasilan strategi pembelajaran melalui
problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
- Tanpa pemahaman mengapa mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka
tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
4.
Faktor penghambat lain
adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih
banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan
yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban
kurikulum.
G. PERAN STRATEGI PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK
1. Pengertian Karakter
Menurut
Simmon Philips (2008), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada
suatu system,yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Sedangkan menurut Doni Koesoma A. (2007) memahami bahwa karakter sama dengan
kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya,
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak
lahir.
2. .Unsur-unsur Karakter
a. Sikap
Sikap
seseorang biasanya adalah merupakan bagian karakternya, bahkan dianggap sebagai
cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu saja tidak sepenuhya benar, tetapi
dalam hal tertentu seseorang sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada di
hadapannya, biasanya menunjukkan bagaimana karakternya.
b. Emosi
Emosi adalah gejala
dinamis dalamsituasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada
kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. Misalnya, saat kita
merespons sesuatu ynag melibatkan emosi, kita juga mengetahui makna apa yang kita
hadapi (kesadaran). Saat kita marah dan tegang, jantung kita berdebar debar dan
akan berdetak cepat (fisiologis). Kita akan melakukan reaksi terhadap apa yang
menimpa kita (perilaku).
c. Kepercayaan
Kepercayaan
merupakan komponen kognitif manusia dari factor sosiopsikologis. Kepercayaan
bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas,
pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter
manusia. Jadi, kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh
hubungan dengan orang lain.
d. Kebiasaan dan Kemauan
Kebiasaan adalah
merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis,
tidak direncanakan. Ia merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu
yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulang berkali-kali.
Sementara
itu, kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang.
Banyak yang sangat percaya kekuatan kemauan ini, karena biasanya orang yang kemauannya keras dan kuat akan
mencapai hasil yang besar. Namun, kadang kemauan yang kuat juga membuat orang
justru gagal ketika tujuannya tidak realistik dangan tindakan yang dilakukan
dan syarat-syarat yang ada.
e. Konsepsi Diri
Hal yang penting
lainnya dalam pembangunan karakter adalah konsepsi diri. Orang yang sukses
biasanya tidak semua orangcuek pada dirinya. Orang yang sukses biasanya adalah
orang yang sadar bagaiman dia membentuk wataknya. Dalam hal kecil saja,
kesuksesan sering didapat dari orang-orang yang tahu bagaimana bersikap di
tempat-tempat kesuksesannya.
Proses konsepsi diri
merupakan proses totalitas, baik sadarmaupun tidak sadar, tentang bagaiman
karakter dan diri kita dibentuk. Konsepsi diri adalah bagaimana“saya” harus
membangun diri, apa yang “saya” inginkan dari, dan bagaimana “saya” menempatkan
diri dalam kehidupan.
Menurut Fach’tul Muin
(2011) pada intinya membangun karakter itu harus didiringi dengan karakter yang
memberi contoh. Karakter guru yang jelek sering melahirkan murid-murid yang
kehilangan karakter. Suatu contoh nyata adalah karakter mengajar guru yang
membosankan bisa membuat kita tidak menyukai pelajaran yang disampaikan.
Berangkat dari situlah,
apabila menghendaki peserta didik yang syarat akan nilai-nilai karakter,
semuanya kembali pada guru-guru yang mengajar. Apabila guru-guru yang mengajar
mempunyai karakter yang kuat atau bagus, maka dari proses pembelajaran yang
disampaikan pun akan memuat nilai nilai karakter yang baik dari guru tersebut,
dan begitupun sebaliknya . Tidak terkecuali pada model pembelajaran berbasis
masalah, dari proses PBM ini sangat
dimungkinkan guru untuk mentransfer nilai-nilai karakter yang dibutuhkan
peserta didik melalui pemberian contoh-contoh masalah serta pemecahannya.
Pada pembelajaran
disini, Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan siswa
menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang hayat.
Lingkungan belajar yang dibangun guru harus mendorong cara berpikir reflektif,
evaluasi kritis, dan cara berpikir yang berdayaguna.
Menurut Hamzah (2003) guru berperan
mengantarkan siswa memahami konsep dan menyiapkan situasi dengan pokok bahasan
yang diajarkan. Selanjutnya siswa mengonstruksi sebanyak mungkin masalah untuk
meningkatkan pengembangan pemahaman konsep, aturan, dan teori dalam memecahkan
masalah.
Pada
kesimpulannya, dalam proses PBM ini siswa diawal pelajaran akan di intruksikan
oleh guru untuk menemukan satu permasalahan, dan dari permasalahn itu siswa
juga yang berusaha menemukan jawabannya.
Dari sinilah wujud karakter seorang siswa itu akan muncul dalam
menyelesaikan masalah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah
harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada
tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap
yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus
dicapai oleh siswa, pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau
menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
Bahan
ajar yang dapat meningkatkan penalaran siswa adalah bahan ajar yang menyajikan
permasalahan terbuka serta merupakan permasalahan yang sering ditemukan siswa,
baik permasalahan kehidupan sehari-hari maupun permasalahan yang merupakan imajinasi
dunia anak.
Keberhasilan
model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Problem
Based Learning)
sangat tergantung pada ketersediaan sumber belajar bagi siswa, alat-alat
untuk menguji jawaban atau dugaan. Menuntut adanya perlengkapan praktikum,
memerlukan waktu yang cukup apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta
kemampuan guru dalam mengangkat dan merumuskan masalah.
B.
Saran
Menyiapkan masalah yang
harus digunakan dalam pembelajaran berbasis masalah tidak mudah. Masalah yang
baik seyogyanya memuat suatu situasi kontekstual yang memotivasi siswa untuk menyelesaikannya
meskipun belum tahu secara langsung cara yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan soal tersebut. Hal ini bukanlah berarti bahwa masalah harus sulit
dipecahkan siswa, justru guru harus memprediksi bahwa siswa memiliki potensi
untuk menyelesaikannya.
Daftar
Pustaka
Hamruni, Strategi
dan Model-Model Pembelajaran Aktif menyenangkan. Yogyakarta: Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. 2009.
Johnson, Elaine
B. Contextual Teaching and Learning : menjadikan kegiatan belajar-mengajar
mengasyikkan dan bermakan.Bandung: Kaifa, 2011.
Mu’in, Fatchul,
Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik & Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011.
Rusman. Model-Model
Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010.
Sanjaya, Wina. Strategi
pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jalarta: Kencana, 2010.