Sumber JATENG POS, 23/12/2012
Judul buku: Multikultural: Kado untuk Indonesia
Penulis: Bambang Kariyawan Ys, MPd.
Penerbit: Leutika Prio
Cetakan: 1, 2012
Tebal: 89 halaman
Sebuah bangsa besar yang terbentuk tujuh abad
silam, dengan lebih dari 13000 kepulauan, 1128 suku, 748 bahasa itu bernama
Indonesia. Keutuhannya hingga sekarang merupakan anugerah terindah yang patut
disukuri. Namun, seriring bergulirnya waktu, benih-benih konflik antar-suku,
agama, dan budaya, mulai timbul akibat melemahnya pemahaman dan kesadaran akan
perbedaan. Hal ini berakibat fatal akan terjadinya perpecahan persatuan bangsa,
yang mengamcam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam sejarah tercatat, masyarakat majemuk
telah hidup bersama selama 700 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Mereka
membuat semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “meski berbeda-beda
pada hakikatnya tetap satu jua”. Secara filosofis, kata satu menyiratkan
makna kesatuan yang utuh meski berbeda-beda elemennya. Indonesia ibarat sebuah
rumah mewah dan besar. Suku-suku, budaya-budaya, dan agama-agama menjadi
komposisi bangunan Indonesia sehingga menjadi kuat, kokoh dan indah di mata
dunia. Keindahan ini tercermin dengan adanya toleransi, sikap pluralisme dan
multikultural.
Buku ini menarik dibaca karena membawa
perspektif unik tentang multikultural. Berisi tentang pengalaman pribadi,
terkait pahit getirnya memperjuangkan multikultural di Indonesia. Di dalamnya
juga mengungkapkan tentang hakikat dan keindahan multikultural yang dimiliki
oleh Bangsa Indoneisia. Negeri kita adalah yang paling kaya. Kaya akan suku,
budaya, bahasa, peradaban, yang semuanya amat penting untuk direkomendasikan
sebagai elemen pemersatu bangsa kita (halaman 44).
Buku “Multikultural: Kado untuk Indonesia”,
ditulis berdasarkan pengalaman dan proses penelitian Bambang Kariyawan. Bambang
melihat sudut Indonesia dari Yogyakarta. Sebagai kota majemuk, Jogja adalah
contoh kongkrit miniatur kehidupan ideal. Eksotisme multikultur terpancar di
setiap sudut-sudutnya. Dari sinilah, sebenarnya Indonesia mempunyai kado yang
bernilai melebihi barang tambang ataupun harta karun lainnya. Multikultur
adalah anugerah Tuhan sebagai providensi untuk perjalanan hidup bangsa kita,
sebab tanpa adanya pemahaman multikultur ini, bangsa kita akan hancur tercerai
berai (halaman 23).
Keluhuran budi pekerti hanya bisa dilahirkan
dari masyarakat yang menjunjung tinggi keberagaman. Keberagaman adalah kodrat
alam yang abadi atau heterogenisme. Manusia sebagai ekosistem alam, memiliki
pengaruh besar terhadap keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem ini. Apabila
manusia tidak mampu lagi menghargai perbedaan dan mengangkat derajat kelompok
lain (the others), dapat dipastikan akan terjadi bencana peperangan yang
mengerikan.
Buku ini sangat penting karena penulis mengajak pembaca untuk membangun
masyarakat guyub rukun, tepo seliro. Proses membangun ini perlu diawali
dari dunia pendidikan dengan konsisten. Seorang guru yang menjadi teladan,
hendaknya menggunakan kompetensi profesionalitasnya untuk pemberdayaan
kebhinekkaan peserta didik. Guru juga harus mampu menyemaikan jiwa demokratis,
pluralis, humanis pada setiap individu peserta didik. Dengan begitu penulis
berkeyakinan bahwa melalui falsafah persatuan dan kesatuan dalam multikultur,
karakter masyarakat akan mampu terbentuk sebagai penjaga gawang Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Peresensi
Fuad Hasan, pengelola rumah baca Litera Pusaka, aktif pada FTK UIN Sunan Kalijaga