by Nusan GK
Tiba-tiba ada Angin bertanya, apa
kamu suka sama Rindu? Aku jujur kan menjawab: “iya, aku suka! Suka sama jari-jari
tangannya. Entah bagaimana permulaanya, kuakui, memang jari-jarinya itulah
yang aku sukai. Ini bukahlah hal konyol, bukan lelucon, aku memang jatuh hati saat melihat
jarinya yg kelingking berdekatan dengan jari manis. Jari-jari yang gemuk tapi
manis. Aku rasakan ada power. Ketangkasan dalam lentik, ada ketangguhan dan namun
mungkin di situlah kelembutan berpusat. Ada energi yang kuat dalam ambisi dan nampak
cantik sekali bila cincin melingkarinya. Aku tak pernah melihat jari-jari
seperti itu kecuali pada jari-jarinya. Sungguh itu membuatku terpesona.
Di bawah ini versi dialog lanjutan antara
Angin dengan aku:
“Kamu mulai pandai menggombal
rupanya!” selidik Angin.
“Yang demikian itu bukan gombalan
mas, tapi itu kejujuran.” Jawab Nusan.
“Ah, masa? Apa buktinya?”
“Ya, bagian mana yang harus aku
buktikan? Atau, apa maksud pertanyaanmu itu mengarah aku harus membuktikan ke
dia kalau aku suka?”
“Buktikan perkataan jujur itu.
Katakan padanya agar dia tahu kalau kamu suka sama dia.”
“Ah, enggak mas. Aku nggak bisa”
“Loh kenapa? Gak bisa apa gak
berani. Kalau memang gak berani biar aku wakili. Aku percaya pada
pandanganmu. Aku lihat dari pantulan matamu, dia itu orang baik. Tapi juga agak
keras. Dia butuh orang lembut seperti kamu. Kamu itu penting baginya sebagai
guru, sebagai orang yang mengingatkan, atau pembimbing ia untuk menemukan siapa
sejatinya dirinya. Aku kasih tahu sebuah rahasia, dia yang ada di matamu itu, ketika ia terbangun solat malam, dia pernah menyebut namamu dalam doanya.”
“Ah, mas Angin ini, bisa aja
kalau ngomong. Aku masih belum yakin sama diriku sendiri. Kalaupun aku
mengatakannya sekarang, apa yang bisa aku andalkan. Aku takut, kita sudah sama
dewasanya. Orang dewasa yang bukan lagi anak-anak. Kita berpikirnya praktis,
masa depan, materi, bukan sekedar love-love kayak anak-anak sekolahan. Lagian
juga, jika aku katakan, itu kan sama saja aku ngasih harapan ke dia.”
“Nah, itu kesalahan pikirmu” sela
Angin.
“Kesalahan apa mas?”
“Kamu sebenarnya sudah
memilihnya. Tapi memang belum berani saja mengatakannya. Kamu terlalu banyak
pertimbangan. Kamu takut kan kalau dia menolakmu, bukan?”
"iya mas..."
“hahahaha… dasar!"
“… argghh,, bingung aku. Yasudah
la,, kalau jodoh pasti nggak kemana!”
“hahahaha… jangan o’on gitu lah…
masa orang seprtimu gak paham ttg jodoh. Gini, jodoh itu bagian dari nasib
manusia, bukan takdir!. Yang takdir itu cinta. Siapa yang bisa menolak rasa
mencinta atau dicintai. Tidak ada yang bisa, sebab itu takdir, tatanan kosmos,
sistem Tuhan yang tak bisa dirubah oleh ciptaan. Cinta hadir dengan sendirinya,
gak bisa dipaksa datang juga gak bisa dipaksa dihilangkan. Jika melawan takdir
cinta, yang ada seorang akan sakit atau menjadi gila. Kamu harus paham itu.
Terus kalau jodoh itu, sesuatu yg bisa diupayakan. Manusia bisa mempertemukan
jodoh untuk sesama manusia. Manusia juga bisa menolak untuk dijodohkan. Nasib bisa dipilih
sendiri atau dipilihkan orang lain yang dia secara sadar melakoninya. Nasib
itulah kelak di ahirat akan diminta pertanggungjawabannya, sedangkan takdir
insyaallah terbebas dari pertanggungjawaban.”
“wah kog sampai mana-mana ini
pembahasannya.”
“iya, intinya, katakanlah kalau
kamu suka padanya. Beritahu dia kalau kamu suka sama dia”
“…”
To be continue…