STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
(Bermuatan Karakter)
(Bermuatan Karakter)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembentukan
dan pengembangan sikap serta moral seorang siswa melalui pendidikan agama di sekolah
menjadi sangat penting. Sebab dasar agama untuk membentuk pribadi yang agamis
(bertaqwa) merupakan kebutuhan rohaniah dan juga kebutuhan akademis melalui ilmu pengetahuan. Namun
demikian, kondisi kurikulum yang sangat padat, serta kendala-kendala lain
menuntut proses pembelajaran pendidikan agama perlu dilakukan secara baik, sistematis
agar mencapai tujuan
yang direncanakan, dan dapat
menanamkan nilai-nilai agama tersebut untuk kemudian diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Telah
kita ketahui bahwa kenakalan remaja itu menjadi sumber degradasi moral pada diri kita dan lebih-lebih pada bangsa kita
ini.
Oleh sebab itu, kita sebagai mahasiswa harus peduli dan tanggap akan moral-moral remaja yang sangat
bertolak belakang dengan apa yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta,
seperti halnya penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas yang tidak bisa memanaj pada diri kita masing-masing, sehingga munculah benih-benih kenakalan remaja yang
tumbuh pada diri remaja itu sendiri.
Dapat
kita lihat pada kenakalan remaja di Negara Indonesia tercinta ini. Sangat jelas dan nampak
sekali. Pada massa era globalisasi ini, khususnya
remaja atau pemuda-pemudi banyak melakukan perbuatan yang sangat tidak etis, sehingga saat-saat ini Negara Indonesia banyak
mengalami cobaan-cobaan dan bencana alam yang salah satunya adalah akibat dari
kenakalan remaja itu sendirI.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat Salah satu faktor dari kenakalan remaja adalah sikap yang ada
pada peserta didik yang belum diterapkan dan kurang ditanamkan oleh seorang
guru dalam proses pembelajaran di sekolah dan pada kehidupan sehari-hari. Masalah afektif
dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini
disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah
seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang
kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat
dicapai. Maka dari itu, Pembentukan dan pengembangan sikap dan moral seorang
siswa melalui pendidikan agama di sekolah menjadi sangat penting. Dasar agama untuk membentuk pribadi yang
agamis (bertaqwa) merupakan kebutuhan rohaniah selain kebutuhan akademis
melalui ilmu pengetahuan. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap
yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya
diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.
Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah,
yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Keberhasilan
pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik
mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan
acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
DAN KONSEP STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF.
Strategi
pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai
pendidikan kognitif saja. Melainkan
bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya. diantaranya sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume
yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Afeksi juga dapat muncul dalam kejadian
behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Kemampuan aspek afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berupa
tanggung jawab, kerja sama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai
pendapat orang lain dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus
menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui
kegiatan pembelajaran yang tepat. Dalam pengertian lain disebutkan bahwa ranah
afektif sangat mempengaruhi perasaan dan emosi. Pengertian aspek afektif yang
penulis maksudkan adalah bahwa seorang anak dilihat dari bagaimana
perkembanganya bukan pada apa yang telah dirasakannya. Aspek afektif yang
penting diketahui adalah sikap dan minat peserta didik melalui lima jenjang
yaitu, Menerima, Menjawab, Menilai, Organisasi, dan Karakteristik dengan suatu
nilai.
Masalah
afektif yang bersifat kejiwaan dan berada di dalam diri manusia, sulit dibaca
dan diukur. Namun mampu dikaji/dibaca/diramal melalui sejumlah indikator.
Karenanya pembelajaran afektif pun hendaknya memanfaatkan media indikator ini untuk
dapat menembus hati nurani dan perasaan anak, dan guru harus telaten serta
ulet, karena untuk mampu membuka tabir diri anak dan membina keseluruhan
kejiwaannya kita harus menggunakan aneka teknik dan metode.
Dalam
membaca potret diri seseorang (anak) banyak orang kuatir kalau apa yang
dinampakkan/terbaca itu adalah semu dan berbeda dengan apa yang sebenarya ada
dalam diri anak tersebut. Hal ini bisa saja terjadi. Bahkan justru merupakan
sifat afektif bahwa apa yang hari ini dianggap baik/benar oleh kita pada
kesempatan atau kondisi lain menjadi tidak benar (berubah). Untuk itulah
pemakalah ingatkan kembali perlunya membaca aneka indikator yang ditampilkan
anak. Demikian halnya dalam membinanya. Hal lain yang pemakalah ingin ingatkan
bahwa dalam mengajar afektif/nilai sebenarya juga dalam pembelajaran
lainnya yang terutama harus mengetahui/menyatakan keadaan sesuatu bukanlah guru
melainkan anak itu sendiri. Maka kita tidak usah paksa/ambisius untuk
tahu segalanya melainkan melontarkan upaya/stimulus agar anak dapa menampilkan
jati dirinya yang sebenarnya. Boleh saja anak mengatakan “saya belum pernah
mencuri”, tetapi melalui stimulus/media yang kita lontarkan dalam pembelajaran
anak itu berdialog dan menjawabnya bohong karena sebenarnya pernah mencuri lalu
menilainya baik atau tidak perbuatan tersebut serta muncul jawaban dan niat
baru.
Keberhasilan
pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi
afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap
positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran
tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan
pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh
karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus
memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
B. NILAI-NILAI KARAKTER DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN
AFEKTIF
Pemikiran
atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah
afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang.
Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk
ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan
derajat atau kekuatan dari perasaan. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi
positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik
atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan
dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang
kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada
beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah,
matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan
target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun
kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila
menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target
kecemasannya adalah tes.
Ada
5 (lima) tipe nilai karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
1.
Sikap
Sikap
merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan
sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi
verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang
ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
2.
Minat
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan
adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat
adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang
memiliki intensitas tinggi.
3.
Konsep Diri
Konsep
diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir
yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting
bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Penilaian
konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian
diri adalah sebagai berikut.
- Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan
peserta didik.
- Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang
sudah dicapai.
- Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan
penanya.
- Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian
kegiatan peserta didik.
- Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam
proses pembelajaran.
- Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan
mengetahui standar input peserta didik.
- Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk
mengikuti pembelajaran.
a. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
b. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
c. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
d. Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
e. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap
peserta didik.
f. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial,
hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
i.
Peserta
didik belajar terbuka dengan orang lain.
ii.
Peserta
didik mampu menilai dirinya.
iii.
Peserta
didik dapat mencari materi sendiri.
iv.
Peserta
didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4.
Nilai
Manusia
belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi
pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan
pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang
bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan
personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
5.
Moral
Piaget
dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg
mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran
respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada
bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral
berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau
perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang
lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis.
Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan
akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip,
nilai, dan keyakinan seseorang.
C. PROSES PEMBENTUKAN SIKAP DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
Terbentuknya
sebuah sikap pada diri seseorang tidaklah secara tiba-tiba, tetapi melewati
proses yang terkadang cukup lama. Proses ini biasanya dilakukan lewat
pembiasaan dan modeling (percontohan).
1. Pola
pembiasaan
Dalam
proses pembelajaran di sekolah, baik secara di sadari maupun tidak, guru dapat
menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya
sikap siswa yang setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari
guru, satu contoh mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan
akan timbul perasaan benci dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci
pada guru dan mata pelajarannya, untuk mengembalikannya pada sikap positif
bukanlah pekerjaan mudah.
Belajar
membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner melalui
teorinya operant conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang
dilakukan oleh Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan
oleh Skinner. Pembentukan sikap yang dilakukan oleh Skinner menekankan pada
proses peneguhan respon anak. Setiap kali anak berprestasi yang baik diberikan
penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang
menyenangkan, lama-kelamaan anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.
2. Modeling.
Pembelajaran
sikap dapat juga dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan sikap
melalui proses asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak
didik yang sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan
(imitasi). Hal yang di tiru itu adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau
di demontrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan in ilah
yang disebut dengan modeling, jadi modeling adalah proses peniruan anak
terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.
Proses
penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada
mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa
hal itu dilakukan. Misalnya: guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten
terhadap tanaman, atau mengapa kita harus berpakaian bersih dan rapi. Hal ini
diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu
keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.
D. MODEL-MODEL STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
Setiap
strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang
mengandung konflik atau situasi problematis, melalui situasi ini di harapkan
siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik.
Di bawah ini disajikan beberapa model strategi
pembelajaran pembentukan sikap :
1. Model Konsiderasi
Model
konsiderasi dikembangkan oleh MC.Paul, seorang humanis.
Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan
pengembangan kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan
pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model
ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian.
Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap
orang lain.
Implementasi
model konsiderasi guru dapat mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran
seperti berikut:
seperti berikut:
a. menghadapkan
siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik,yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Ciptakan
situasi”Seandainya siswa ada dalam masalah tersebut’’.
b.
Menyuruh siswa untuk menganalisis sesuatu masalah dengan melihat bukan hanya
yang tampak,tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut,misalnya
perasaan,kebutuhan,dan kepentingan orang lain.
c.
Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang
dihadapi.Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaannya sendiri
sebelum mendengar respons orang lain untuk dibandingkan.
d.
Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat kategori
dari setiap respons yang diberikan siswa.
e.
Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan
yang diusulkan siswa.Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala
kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya.
f.
Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk
menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai
yang dimilikinya.
g.
Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai
dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
2. Model Pengembangan Kognitif
Model
pengembangan kognisi dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg.
Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey yang
berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari
restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut
urutan tertentu.
3. Tehnik Mengklarifikasikan
Nilai.
Tehnik
volume clarification technic Que atau
VCT dapat diartikan sebagai tehnik pengajaran untuk memebantu siswa dalam
menerima dan menentukan suatu nilai yang di aggapnya baik dalam menghadapi
suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam
dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai
yang menurut anggapannya baik, yang pada akhirnya nilai – nilai tersebut akan
mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Salah
satu karakteristik VTC sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap
adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang
sudah ada sebelumnya dalam diri siswa, kemudian menyelaraskannya dengan
nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. John Jarolimek (1974) menjelaskan
langkah pembelajaran dengan VCT dalam 3 tingkatan :
a. Kebebasab
memilih
b. Menghargai
c. Berbuat à mengulangi
perilaku sesuai dengan pilihannya .
4. Pengembangan moral kognitif
Model
ini bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan mempertimbangkan
nilai moral secara kognitif. Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif :
a. Menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung
dilema moral atau pertentangan nilai.
b. Siswa diminta salah satu tindakan yang mengandung nilai
moral tertentu.
c. Siwa diminta untuk mendiskusikan atau menganalisis
kebaikan dan kejelekannya.
d. Siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lbih
baik.
e. Siswa
menerapkan tindakan dalam segi lain.
5. Model non direktif
Para
siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan
pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru
hendaknya menghargai potensi dan kemampuan siswa, dan berperan sebagai
fasilitator atau konselor dalam pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan
model ini bertujuan untuk membantu siswa mengaktualisasikan dirinya. Langkah
pembelajaran nondirek :
a) Menciptakan
sesuatu yang peermisif melalui ekspresi bebas.
b) Pengungkapan
: siswa mengemukakan perasaan, pemikiran, masalah-masalah yang dihadapinya,
kemudian guru menerima dan memberikan klasifikasi.
c) Pengembangan
pemahaman : siswa mendiskusikan masalah dan guru memberikan dorongan.
d) Perencanaan
dan penentuan keputusan: siswa merencanakan dan menentukan keputusan, kemudian
guru memberikan klarifikasi.
E. PROSEDUR
PENERAPAN ATRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DIKELAS
Pemakalah
menerapkan pembelajaran afektif saat dikelas dengan pembagian lima kelompok.
Setiap kelompok diberikan suatu permasalahan yang ada pada diri seorang peserta
didik dengan permasalahan yang ada dilingkungan keluarga yaitu korupsi yang
terjadi pada orang tua nya. Disini dalam setiap kelompok dihadapkan suatu
permasalahan tersebut yang kemudian setiap kelompok harus memberikan solusi
tentang bagaimana masa depan seorang peserta didik jika orang tuanya korupsi.
Apakah dia tetap melanjutkan sekolah dengan biaya hasil korupsi padahal uang
korupsi adalah uang haram! Atau dia tetap melanjutkan sekolah dengan biaya
bekerja sendiri!
Gambar 2: Guru mendidik dengan
santun dan menggunakan perasaan
Disini salah satu
jawaban dari kelompok,
Kelompok 1 : bahwa anak ini wajib melanjutkan sekolah dengan
uang yang ayahnya yang koroptor, akan tetapi setiap anak itu mempunyai
tunjangan dari orang tuanya. Jadi kesimpulannya, anak tersebut tetap
melanjutkan sekolah dengan uang tunjangan orang tuanya.
Kelompok 2 : anak ini tetap melanjutkan sekolahnya dengan
bekerja sendiri atau mencari uang sendiri karena dia bisa membagi waktunya.
Koruptor itu jelas uang haram, maka uang haram itu tidak boleh digunakan.
Jadi,
kesimpulan dari pemakalah tentang hasil dtudi kasus diatas serta pemaparan dari
kelompok-kelompok bahwa setiap jawaban mempunyai pendapat dan landasan yang
berbeda-beda dengan jawabannya, anak itu tetap melanjutkan sekolahnya dengan
hasil biaya sendiri atau tunjangan dari orang tuanya.
F. VARIASI
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
1. Pengukuran
Ranah Afektif
Dalam
memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan
harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang
timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk
ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung
mengikuti definisi konseptual.
Menurut
Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah
afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode
observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari
perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode
laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah
dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap
karakteristik afektif diri sendiri.
2. Pengembangan
Instrumen Penilaian Afektif
Ditinjau
dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu
instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5)
moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen sikap
bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya
terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap
terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap
berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen minat
bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata
pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik
terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen konsep
diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta
didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam
dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan
jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan
untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen nilai
bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang
diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif.
Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif
dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen moral
bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui
pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui
pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi
tentang moral seseorang.
G. KELEMAHAN
STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
a. Kelemahan
strategi pembelajaran afektif
Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan
kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual.dengan
demikian keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah
ditentukan oleh criteria kemampuan intelektual.
Kedua, sulitnya melakukan control karena banyaknya factor
yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi
dengan segera. Berbeda dengan keberhasilan pembentukan kognisi dan aspek
ketrampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir.
Keempat, pengaruh kemajuan teknologi,khususnya teknologi informasi
yang menyuguhkan aneka pilihan program acara,berdampak pada pembentukan
karakter anak.
H. PERAN
STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK
Peran
strategi dalam pembelajaran afektif dapat membangun nilai-nilai sebagai berikut
:
1. Kejujuran:
peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi
dengan orang lain.
2. Integritas:
peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan
artistik.
3. Adil:
peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama
dalam memperoleh pendidikan.
4. Kebebasan:
peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan
yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
BAB III
PENUTUP
Banyak
yang beranggapan bahwa pembelajaran afektif bukan untuk diajarkan, seperti
pelajaran Biologi, Fisika ataupun Matematika. Pembelajaran afektif merupakan
pembelajaran bagaimana sikap itu terbentuk setelah siswa memperoleh
pembelajaran, oleh karena itu yang pas untuk afektif bukanlah pengajaran
melainkan pendidikan. Afektif berhubungan sekali dengan nilai (value) yang sulit diukur karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu
afektif dapat muncul dalam kejadian Behavioral, akan tetapi penilaian untuk
sampai pada kesimpulan yang dapat di pertanggungjawabkan membutuhkan ktelitian
dan observasi yang terus menerus dan hal ini tidak mudah dilakukan, dalam
proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak guru dapat
menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan.
Yang
termasuk kemampuan afektif adalah sebagai berikut :
a. Menerima (Receiving) yaitu : kesediaan untuk
memperhatikan.
b. Menanggapi (Responding), yaitu afektif
berpartisipasi.
c. Menghargai (Valuing), yaitu penghargaan kepada
benda, gejala, perbuatan tertentu.
d. Membentuk (Organization), yaitu : memadukan nilai
yang berbeda.
e. Berpribadi (Characterization by Value of value complex),
yaitu : Mempunyai sistem nilai yang mengendalikan perbuatan untuk menumbuhkan
gaya hidup yang mantap.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.H.Hamruni.strategi dan
model-model pembelajaran aktif dan menyenangkan, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan
Kalijaga,2009
Wina Sanjaya,Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,( Jakarta : Kencana. 2008
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
2 komentar:
terimakasih artikel yang bgus untuk mengembangkan pendidikan yang bermuatan karakter. konsep tentang pendidikan berbasis karakter memang harus diterapkan dengan metode yang tepat supaya dapat efektif. inovasi pendidiakan dimulai dari kesadaran belajar. top.
kelapa wulung
bibit kelapa wulung
kelapa wulung
kelapa hijau wulung
Posting Komentar