Di Bawah Kebahagiaan Semesta
Byalkan
Pada
setiap penantian yang disertai kesabaran, Insyaallah hasilnya akan membawa
kebahagiaan. Begitulah kalimat bijak disampaikan angin lewat, memberi ucapan selamat dan sukses atas peristiwa terjadinya tunganan
antara Dlakirman dengan seorang gadis yang diketahui bernama Rohani.
Moment
bersejarah itu terjadi tanpa basa-basi. Seminggu sebelumnya, melalui telepon Dlakir memberitahu
sekaligus membujuk orangtuanya untuk berkunjung ke rumah orangtua Rohani di Kota Semarang. Kiranya hari selasa tanggal 6 Februari. Tidak tanggung-tanggung, kunjungan itu sekalian
mengusung agenda khitbah atau tunangan. Orangtua Dlakir mengindahkan, selanjutnya dari jarak jauh, mereka menyusun bekal apa saja yang perlu dipersiapkan, terutama mengenai 'serahan' dan makanan
yang akan dibawakan untuk buah tangan.
Rupanya ada kehendak lain, acara 'harus' diajukan lebih cepat. yaitu, sehari sebelum tanggal 6. Tepatnya hari senin tanggal 5 Februari, Dlakir berangkat
dari Jogjakarta menunggang kuda besi dengan temannya, Abdul Hadi. Pagi itu Kota Jogja sedang diguyur
hujan cukup deras hingga pukul 9. Sebelum menuju Semarang, Dlakir lebih dulu mampir
kantor tempat dia kerja di ringroad utara untuk mengambil gaji kerja selama
bulan Januari. Sesampai di kantor lekas-lekas dia menuju bagian keuangan. Sebelum
perjalanan mereka berdua mengisi perut dahulu, soto ayam di warung sebelah gedung kantor lembaga
tempat ia bekerja.
Sembari
makan, mereka memikirkan jalan pintas menuju Semarang selain jalur Jogja-magelang-semarang,
Dlakir memutuskan mencoba lewat arah timur, yaitu
Jogja-klaten-boyolali-salatiga-semarang. Meski belum hafal benar jalur yang
akan ditempuh, tetapi dengan tekad dan optimis ahirnya Dlakir begitu berani
untuk mengambil jalur itu.
Katanya, kalaupun nanti tersesat di jalan, paling hanya mutar-mutar satu jam saja lamanya. Masih ada waktu untuk sampai Semarang sebelum
bayangan matahari melebihi tombak.
Benarlah
prediksi itu. Selepas wilayah arah Gondang Winagoen, Pabrik gula Klaten, Mereka menuju pintas ke utara dan mulai masuk arah desa-desa di pedalaman klaten, Dlakir
yang mengemudi agak lupa jalan. ia benar-benar lupa ingatan jalan. Padahal seminggu lalu pernah melewati ketika
naik bus. Tetapi, walau ragu, Dlakir tetap saja melanjutkan jalan dengan mantap.
Saking besar optimisnya, motornya tiba-tiba melesak ke dalam rimbunan
perbukitan yang jalannya tak beraspal. Matahari pun nyaris tidak terlihat karena tertutup tebalnya daun-pepohonan. Kondisi yang habis hujan membuat jalan becek
dan licin. Di wilayah klaten (yang diduga itu) bagian barat, Dlakir berhenti
sejenak. DIa positif tersesat. Mau tanya tapi tidak ada orang lewat. Sinyal internet
lenyap dan tidak bisa mencari tahu arah jalan lewat googlemap.
Perjalanan lanjut, tanpa berhenti. Ahirnya mereka sampai jalur agak besar tapi rusak parah dengan seribu lubang. Hanya truk besar
muatan pasir yang lewat. Di sini, setiap tikungan saya berhenti untuk bertanya pada orang. Ketemu dengan orang ngarit, ia mengatakan bahwa saya terlalu
jauh dari arah menuju Boyolali. Kemudian dia menunjukkan arah yang panjang
berliku. Saya percaya saja mengikuti petunjuknya, Daripada tersesat lebih jauh
lebh baik saya mengikuti petunjukknya.
Satu jam penuh hanya muter-muter sedangkan waktu Duhur telah sampai, Dlakir baru masuk wilayah bertuliskan
Jatinom. Lega betul dia menemukan sebuah kampung, setelah lama terpentok alas pohon-pohon dan jalan buntu. Kampung dengan rumah yang sepi seperti tak berpenghuni. Nyaris tidak ada
orang yang kelihatan. Setelah menunggu di tepi jalan beberapa menit, untung besar, ahirnya ada orang
lewat juga. Beruntunglah orang itu bisa ditanyai. Dlakir melepas kemudi,
gentian Dulhadi berkendara melewati Boyolali... hingga Salatiga.
Selama
pejalanan melewati jalur itu, rasanya alam benar-benar bersahabat. Suasana mendung
mengayomi perjalanan mereka sampai masuk Bawen, Semarang. Baru hujan kembali turun
saat mereka sampai daerah Ungaran.
Di sisi
lain, rombongan keluarga Dlakir berangkat dari Pati jam 9 pagi. Menurut kabar
dari mbah Hasan yang membawa rombongan itu dengan mobilnya, mereka sudah sampai
di MAJT jam 12.30 WIB. Dlakir masih di SPBU Bawen, Istirhat sejenak meluruskan punggung dan ishoma sebentar. Rombongan dari Pati pun juga beristirahat dulu. Alhamdulillah mobilnya lancar
kembali setelah tadi sempat mengalami rewel.
Dari arah selepas Salatiga itu, gantian Dlakir lagi di depan, memboncengkan Dulhadi. Sampai di ungaran hujan
kembali turun. Deras sekali. Ini membuat kecepatan bekendara mereka harus
diturunkan, maksimal 50 KM/jam. Jarak pandang jalur utama menuju Semarang
yang mereka lewati cukup ramai. Lebih baik
berkendara pelan mengutamakan keselamatan.
Jam
setengah 2 Dlakir mengabari lagi rombongan dan memintanya untuk persiapan
lanjut perjalanan. Sekitar 10 menit lagi sampai lokasi. Rombongan mobil yang
belum tahu lokasinya, mereka menunggu di dekat SMP 8 Candisari, awalnya Dlakir minta supaya
rombongan berhenti dan menunggu untuk dijemput di depan Javamall. Lokasinya
lebih mudah karena di pinggir jalan raya. Tetapi rombongan sudah terlanjur
menuju di SMP 8, jadi butuh waktu untuk mencari rombongan itu hingga ketemu.
Sudah jam
2, Dlakir dan rombongan sampai di depan rumah Rohani. Para penumpang mobil turun.
Satu persatu diberi payung agar tidak basah oleh hujan. Rupanya penumpang mobil itu
lebih banyak daripada perkiraan. Dlakir mengira isi rombongan cuma 7 orang.
Namun tetapi semua ada 8 0rang dewasa dan 3 anak-anak. Belum lagi jajanan
bawaan. Mungkin jumlah beban yang berat itu mengakibatkan mobilnya sempat
mati mendadak.
Masuklah
rombongan dengan membopong barang seserahan itu, keluarga Rohani berjajar di depan
pintu untuk menyambut tamu. Dlakir sendiri cukup terkejut karena barang bawaan rupanya
diluar perhitungan. Bawaan yang lengkap. Isinya macam-macam makanan, tak ketinggalan juga pakaian. Semua tamu sudah duduk memenuhi ruang tamu. Orang-orang
sudah siap untuk memulai acara. Dlakir dan Dulhadi yang motoran dari Jogja
terkena hujan nyaris basah, mereka pun langsung ikut acara tanpa sempat ganti baju.
Bapak Dlakir
tiba-tiba menyalami orang dari keluarga Rohani yang duduk di dekatnya. Dia biang
“Sampean niki ingkang besan kulo”. Mendengar kalimat itu, orang yang
disalaminya merasa kaget. Ternyata salah orang. Maka seisi ruangan itupun
tertawa. Orang yang kaget itu rupanya wali daripada keluarga Rohani yang bertugas
sebagi penyambung lidah. Dengan begitu, pak wali langsung menunjukkan kepada bapak
Dlakir tentang siapa calon besan yang sesungguhnya.
Acara
dimulai dengan sambutan dari pak wali, kemudian dibalas oleh wali kelaurga Dlakir,
mbah Marno. Penjelasan maksud kedatangan adalah untuk dodok lawang sekalian
lamaran. Dua kegiatan yang secara prosedur formal seharusnya berurutan terpisahkan
oleh jangka waktu itu, di situ dilakukan secara langsung. Bukan untuk menyalahi
adat tradisi, tetapi karena jarak antara pati-semarang cukup jauh, maka
pertimbangan efektivitas penggabungan dodok lawang dan lamaran itu dibarengkan.
Walaupun
di ahir acara pihak perempuan merasa tidak biasa karena persitiwa dodok
sekalian lamaran, tetapi tidak masalah sebab sebelumnya Dlakir sudah
komunikasi dengan keluarga Rohani. Bahwa dia akan dodok lawang sekalian lamaran. Orang-orang
yang tidak tahu wajar jika kaget. Namun memang sebaiknya tradisi itu memang
harus lentur dan bisa diotak-atik untuk kemaslahatan selama tidak membahayakan.
Usai
acara formal semua hadirin makan-makan bersama, menu lauk ayam daging. Tadinya kita akan
disuguhi makan dengan ayam kampung milik sendiri. Berhubung banyak ayam di
rumah tinggal nyembelih saja. Tetapi orangtua Dlakir tidak setuju kalau
keluarga Rohani menyembelih ayam. Takutnya itu secara filosifis nanti akan memutus silaturahmi.
Lebih jauh, itu bisa menandakan besok rumah tangga yang akan dibagun akan
mengalami perpisahan.
Mengenai
perubahan tanggal menjadi 5 Februari. Ini menyesuaikan dengan perhitungan Jawa,
sebab tanggal 6 adalah hari selasa, bagi orang Jawa, hari terahir dalam pasaran itu tidak baik
jika digunakan untuk membuat acara lamaran atau pernikahan. Maka diajukan hari
senin. Justru jika senin tanggal 5 itu merupakan hari paling bagus dalam bulan
itu untuk membuat acara.
Pukul 15:30 Wib, acara selesai. Gerimis pun belum juga reda. Rombongan kembali ke Pati. Sebelum semua menaiki
mobil, Dlakir memegang tangan adik perempuannya dan memberikan amplop untuk
mengganti semua biaya keperluan acara tersebut. Dlakir dan Dulhadi kembali ke
Jogja. Motoran lagi, di sepanjang jalan terus gerimis. Dlakir sangat riangnya. Agenda lamaran sudah sukses, dengan restu alam semesta semua
rangkaian acara itu terlaksana dengan selamat. "Kita semua bahagia." Katanya.
Yogya, 21 februari 2018.