P
|
Selanjutnya, dengan ini, keinginan hati saya telah
terkabul sebagai usaha belajar mencoba mengumpul-satukan (mengamankan) karya puisi-puisi
dalam sebuah naskah manuskrip. Saya bersyukur mulai sadar: rupanya cukup banyak
tulisan-tulisan (baik artikel fiksi maupun non-fiksi) dalam bentuk file-file
yang terpisah-pisah berserakan dan tidak tertata dengan semestinya, hingga
ahirnya sering kali saya terlibat kesulitan untuk mene-mukan posisi tempat
keberadaannya. Kondifikasi naskah puisi ini, adalah wujud karya dokumentasi, khususnya
karya sastra saya agar dapat bernilai dengan adanya kemudahan untuk dibaca
kembali oleh siapa saja.
Dalam pada naskah ini, saya menyusun
puisi-puisi dengan latar antara lain; realita sosial dan budaya (bagian i),
proses kratif diri (bagian ii), serta narasi kecil dari bilik hati (bagian iii).
Problematika sosial serta dinamika budaya menjadi besar kuantitasnya, sehingga
menjadi warna khas yang menarik untuk saya masukkan dalam lembaran-lembaran
ini. Atas problem tersebut, saya majukan diri untuk mengungkap pesan makna
dengan bahasa yang semurni-murninya. Melalui gaya bahasa puitikal ini, saya dedahkan
ragam masalah realitas dengan bentuk puisi sebagai bungkus makna pesannya.
Dengan begitu saya beharap puisi ini dapat menjadi sudut pandang tersendiri
dalam membaca realita dan mengungkap kandungan makna di dalamnya sebagai upaya
membuka celah kemungkinan menemukan jalan keluar dan solusi. Puisi-puisi ini,
tanpa bermaksud jumawa, saya bilang sebagai karya sastera puisi terbaik saya.
Puisi dikata bagus yaitu; bilamana saya (atau
orang lain sebagai pembaca) ketika membaca puisi tersebut akan merasa tergerak
dan menemukan sudut pandang untuk berani melihat/ terjun ke dalam medan yang dihimpunnya.
Setelah itu, pembaca ikut serta memahami, mengkaji, dan memikirkan medan apa
yang ia temui dalam puisi itu. Apakah medan hukum, budaya, bahasa atau seni
atau yang lain. Maka, dari pemahaman itu lahirlah upaya inisiasi menemukan solusi
menurut yang dia mampu sesuai bidang berpikirnya. Itulah puisi yang menurut
saya bagus, terlepas dari segi estetik, kejujuran dan jauh dari munafik sebagai
karya sastera.
Tiga tema puisi yang saya masukkan dalam naskah
manuskrip ini yakni, pertama ialah aku sebagai manusia dengan alam. ‘Aku’
sebagai saya personal yang terlibat dalam perputaran jagad semesta ini,
terpancing untuk terjun mengamati perilaku korporat yang hendak menguasai
kekayaan alam Indonesia. Dari situ, ada rasa tidak rela kalau-kalau alam
Indonesia yang seharusnya digunakan oleh negara untuk kemakmuran rakyat malah
dinikmati oleh sekelompok orang saja. Beberapa puisi di sini adalah kristal
kekesalan saya pribadi atas ulah manu-sia yang dengan konspirasinya akan
membawa dampak kerusakan alam permai Indonesia. Bila bahasa yang saya gunakan
dalam puisi agak kasar, mungkin itu pengeja-wantahan ekspresi ketidakterimaan
yang sangat keras.
Kedua, mengenai keprihatinan pribadi atas gejolak
batin. Terkadang saya sebut sebagai pergolakan jiwa. Berbagai masalah kerap
kali timbul dan menyebabkan gelisah yang tak berkesudahan dalam batin. Utamanya
terkait perang ego dengan hati nurani. Suara-suara di dalam jiwa terdengar
bagai lonceng yang bersahutan dan sangat bising mengganggu ketenangan hati.
Perdebatan demi perdebatan antara suara hati dan ego inilah dinamo yang memutar
pikiran saya untuk tidak bisa diam. Segala sesuatu, (bahkan hanya sebatas
bayang) pasti tertangkap percakapan dan berlanjut pada perdebatan yang sengit.
Meski melelahkan tapi saya akui hal itu membuat rindu.
Tema bagian tiga adalah tentang luapan eskpresi
asmara ‘Aku’ sebagai seorang pemuda yang normal. Posisi ‘Aku’ sebagai sudut
pandang pertama; berusaha sebebas-bebasnya mengungkapkan pengalaman perasaan
berwarna warni terhadap perempuan. Lebih tepatnya bayangan seorang perempuan.
Ini puisi romantik saya masukkan di sini hanya sebagai komplemen. Versi utuh
‘Puisi Romantis’ yang juga deras mengalir selama kurun musim hujan, saya bikin
tersendiri dengan judul "Lirikan Hati". Bila lancar, insyaallah terbit pula
tahun ini.
Barangkali inilah prakata saya sampaikan.
Semoga bisa sedikit membuka daun pintu depan untuk sekalian pembaca memasuki
ruang puisi-puisi yang tersusun sederhana dalam buku ini. Selamat membaca!
Fuad Hasan
Yk, Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar