Sisi Lain Survey Pilkada Jateng 2018
BY alkanjawi
Ahir Tahun 2017 aroma pilkada serentak
telah semerbak di jagad politik daerah. Sebanyak 121 pilkada langsung
dilaksanakan bulan 18 juni 2018. Daerah-daerah sibuk dengan branding partai,
penilaian terhadap kandidat dan rekam jejaknya, dan secara tidak resmi partai
mulai menggalang dukungan. Bagi lembaga survey politik, masa menjelang
pemilukada bagai ladang yang sedang menuai panen. Partai-partai besar
menggandeng lembaga survey untuk menyelenggarakan survey tentang persepsi
masyarakat terhadap kandidat yang akan dicalonkan.
Suatu kebetulan, saya menjadi bagian dari enumerator
lapangan mengunjungi orang-orang terpilih sebagai responden untuk dimintai
perspektif. Sebelum terjun lapangan, enumerator mendapat trining/teknikal meeting
pada sabtu 18 Desember di salah satu hotel tengah kota Jogja. Teknikal meeting
diisi dengan bahasan kuesioner dan praktik wawancara. Berlangsung dari jam 9
pagi sampai jam 3 sore.
Tugas wilcah saya di desa Sluke, Kecamatan
Sluke, Kabupaten Rembang. Sebelum pulang dari hotel, panitia memberikan 10
kuesioner, 10 cindera mata, serta biaya akomodasi dna transportasi. Sabtu
petang saya berangkat ke Wilcah, sebelum pulang mampir ke Semarang dan sampai
rumah jam 2 siang. Malam saya menginap di rumah, paginya baru berangkat menuju
Sluke, Rembang.
Pagi jam 7.00 saya mengaspal menuju Sluke dengan
jalan yang cukup lenggang. Setelah keluar dari gerbang batas Pati, terus saja
saya menyusuri jalan arah timur ke pantura. Sampai di lasem pukul 8.00, tak
lama lagi sampai ke Sluke. Jalan raya yang melewati bibir laut, indah sekali
sampai-sampai sempat saya keblalasan 4 KM jauhnya. Balai desa Sluke yang saya
cari tepat berada di pinggir jalan Raya. Ini balai desa yang sangat paling
mudah saya temui selama survey.
Desa Sluke rupanya adalah wilayah yang
sejak kecil saya ingin menginjakkan kaki di situ. Citanya, di desa itu ada
gunung yang setiap pagi terlihat dari belakang rumah. Gunung itu terlihat jauh
di seberang laut.
Sampai di kantor kelurahan Sluke 9:30.
Saya swafoto dahulu di depan kantor itu untuk dikirim
ke SPV sebagai bukti kalau saya sudah on the spot di lokasi. Ada dua
pejabat desa bertugas di depan, mereka sedang menerima tamu dari sebuah
marketing ponsel. Saya menunggu sebentar, menunggu gantian untuk melapor dan menjelaskan maksud kedatangan. Petugas di kantor itu
menyambut hangat. Mereka menunjukkan saya untuk menemui mbah Modin yang sedang
duduk di kursinya. Saya menemui pak Modin untuk meminta daftar RT/RW desa
Sluke, dia memberikannya dengan ramah dan baik. Pelayanan yang menurut saya
bagus.
Hari senin ini gunakan untuk listing. Saya
harus menemui 5 RT terpilih untuk memperoleh daftar KK. Empat RT cukup mudah
ditemui. Tetapi ada sebuah RT yang sulit. Sulit karena memang ia sibuk, kalau
siang tidak di rumah. Memang menurut pejabat desa di kantor yang saya temui, RT
satu itu memang kurang sosial dan paling tidak aktif. Lalu saya kembali ke
kantor desa, dan pejabat desa mengantarkan saya ke rumah kader PKK. Ternyata
ibu-ibu kader PKK itu juga memegang daftar KK di sebuah RT yang pak RT-nya
sibuk itu.
Kesan baik yang ditampilkan pejabat desa
Sluke saya acungkan jempol. Saya rasa mereka mengerti bahwa pemerintah adalah
pelayan rakyat. Termasuk saya orang asing dari luar daerah pun mendapat
pelayanan dan penghormatan. Di kantor itu saya dipersilahkan duduk, diberi
minum aqua dan disuguh roti. Sebagaimana di kantor desa, di rumah kepala desa
saya juga mendapat perlakuan yang baik, mendapat keterangan yang sangat
bermanfaat untuk mengetahui sekilas karakter masyarakat setempat dan petunjuk
arah-arah lokasi RT-RT terpilih pada denah desa.
Listing memakan waktu sampai sore,
sedangkan di masjid utama desa Sluke yang sedang masa pembangunan hingar-bingar
menyambut akan adanya pengajin akbar dalam rangka maulid Nabi SAW. Warga nampak
sibuk persiapan pengajian itu. Saya memutuskan untuk pulang dan kembali lagi
besoknya. Tetapi karena jarak rumah cukup jauh lagi keadaan hujan. Ahirnya
memilih untuk menginap di rumah teman. Sebelah selatan pintu masuk Pantai Dampo
Awang sekitar 500 meter. Sebelum sampai kesitu, saya maghriban di masjid Agung
Lasem dan istirahat di masjid sampai jam 21.00. Sampai di rumah jam 22.00,
langsung makan dan lanjut ke warung kopi. Pulang jam 1 dini hari lalu tidur.
Hari berikutnya saya ketemu dengan ketua
RT 1 RW 1. Kedatangan saya dicurigai. “Ada apa mas?” sahutnya
setelah saya mengetuk pintu depan. Ini pak, “Saya kemarin dari kelurahan dan meminta
daftar KK di RT bapak, saya dari lembaga survey dari Jogja yang bertugas di
desa ini.” saya
ditanyai surat tugas. Hampir saja diinterogasi, tapi beruntunglah setelah
membaca surat tugas saya dia menjadi lunak.
Pak RT ini berlaku keras pada orang asing.
Ia waspada terhadap penipuan yang baru saja dialami oleh warganya. Belum ada
seminggu berlalu, beberepa orang asing yang mengaku dari PLN mengharuskan warga
membeli tutup tabung gas seharga Rp. 25.000 per biji. Pak RT menganggap mereka
melakukan penipuan dengan menjual barang seharga 5.000 dengan alasan dari PLN
menaikkan harga berkali-kali lipat. Ia juga menyangsikan ijin dari kelurahan
kadang-kadang tidak teliti sehingga RT yang lagsung bersinggungan dengan warga
harus selektif. Kalau ada apa-apa kan yang disalahkan RT.
Terkait dengan responden yang saya temui,
dari 5 laki-laki dan 5 perempuan ada dua yang berkesan. Pertama, Di RT 1, rumah
paling pojok yang banyak gazebo dan patung-patung unik. Pak Dul dengan rambut
gondrong sedang ngobrol bersama teman-temannya di beranda dengan lampu yang
sengaja tidak dinyalakan. Saya datangi kerumunan gelap itu. Pemilik rumah lalu
menyuruh anak buahnya menyalakan lampu. Saya bilang ingin ketemu dengan istri
bapak untuk diwawancara sebentar. Kenapa nggak sama saya aja mas? Tananya. Saya
jelaskan kalau pemilihan responden ini sesuai metodologi penelitian.
Beruntunglah dia mengerti dan memanggilkan istrinya.
Selanjutnya responden yang rumahnya persis
di samping utara pak RT yang meminta surat tugas saya. Pas saya bertamu hanya
ada istrinya di rumah, ia sedang ke warung. Lalu saya dipersilahkan masuk
menunggu di dalam sementara istrinya pergi ke warung untuk memberitahu. Sebelum
istrinya balik, tiba-tiba muncul dari balik pintu sosok besar dan hitam, sambil
suaranya kencang : “Ada apa mas, mana surat tugasnya?” Kaget saya mendengar suaranya.
Sebelum saya selesai menjawab dia menyusuli: Seharusnya Anda tidak datang
malam-malam gini!
Alamat ditolak. Di benak saya sudah merasa
tidak nyaman ini nantinya. Tetapi saya coba dengan meyakinkan kedatangan saya
bukan untuk macam-macam. Saya taruh berkas-berkas saya di meja, dan berusaha
bicara dengan apa adanya. Orang “hitam” itu masih
galak dan susah mencair. Lebih-lebih ngakunya orang Flores. Saya percaya saja
melihat tekstur wajahnya. Dengan perawakan hitam dan keras itu ia telah
berhasil menakuti saya. Saya luput satu hal: bahwa namanya di daftar KK adalah
Reno Basuki, itu artinya tidak mungkin dia orang Flores.
Sampai ahirnya wawancara hampir selesai,
lelaki yang bekerja di PLTU itu menjadi hangat. Ia meminta istrinya untuk
membuatkan kopi setelah tahu kalau saya akan pulang dengan jarak yang cukup
jauh. Ia tahu kalau saya akan melewati perjalanan malam yang dingin. Ia bahkan
menjadi baik dengan nasehat dan pesan supaya saya hati-hati, eling dan waspada
selama di perjalanan. Eling maksudnya selalu mengingat Allah agar tidak menjadi
sasaran bagi pengaruh jahat mahkluk halus, dan waspada dari gangguan-gangguan
kejahatan yang berasal dari manusia.
Dari pengalaman berbincang-bincang lepas
dengan beberapa warga di desa perbatasan Jateng-Jatim ini, warga kurang
familiar pada tokoh-tokoh politik di Jawa Tegah. Banyak yang tidak tahu peran
dan kiprah gubernur incumbent. Untuk ke dapan, warga nyaris tidak punya
gambaran dari nama-nama calon yang saya sebutkan. Bagi warga setempat, pemilihan
gubernur bukan suatu pesta demokrasi dan tidak menimbulkan greget perubahan di
level paling bawah.
Jgj, 14-1-2017
post by
student
Tidak ada komentar:
Posting Komentar