by fuad hasan succen
Kerudung putih, kusaksikan dalam
lamunan yang amat sementara masa singgahnya. Kehadirannya bak penggalan “kejadian”
tanpa awal dan tanpa ahir. Kerudung putih hinggap di bayanganku, bergelombang
di pikiranku.
Waktu rembulan, larut sekali, hanya
sepersekian detik, suasana hening, begitu tenang, dan bayangan seseorang berkerudung
putih adalah satu-satunya di pandanganku. Hadirnya memenuhi lubang hitam
kelopak penglihatanku. Tak kutahu secepat itu dari sebuah pintu
yang berlimpah cahaya, ia berjalan mendekatiku, lalu berbicara sesuatu. Tapi
aku, tak begitu jelas atas suaranya. Aku masih kaku, juga tak mengerti isyarat yang
disampaikan gerak bibir seseorang itu.
Imajinasi kerudung putih, mencair
dari kebekuan dalam gelap di hatiku, mengalir di setiap aliran darah, di denyut
nadi kehidupanku, juga di lubuk yang terdalam. Kecil namun bercahaya, putih yang
polos, teduh membingkai paras, menghiasi senyuman, menjadi indah, sangat
sempurna. Selain dalam bayangan, tidak ada itu kesempurnaan, bukan?
Aku melihat-mencari-cari lagi
cahaya kerudung putih. Dalam imajinasi, dalam lamunan, dalam mimpi yang berujung
pada kosong, hilang dan tersisakan sunyi. Aku tahu bukan kuasaku menghadirkan
cahaya itu di gelap pandangku. Bukan dariku pula kemampuan imajinatif itu. Ataukah,
ini karena daya kita berdua yang (mungkin) telah saling menyatu?
Dari mana imajinasi kerudung
putih? Mungkin, dari alam pikir bawah sadar, lalu menguak dengan sendirinya
saat tabir jiwa terbuka. Hanya pada saat itu, ketika suasana bulatan bumi berotasi,
deretan titik-titik lain yang kebetulan bertepatan, (tampak) menyatu dari sudut
kita bersamaan memandang. Aku dan imajinasi yang datang tiba-tiba, adalah
mekaran bunga suku jiwa yang dipenuhi gambaran wajah; siapa dan nama cantik
yang disandangnya. Kerudung putih yang hanya sekali menampakkan diri, dalam
tenang aku terpesona. Sepanjang waktu merindu, lenyap setelah mata melihatnya.
Hari tiba imajinasi mewujudkan
diri. Hijab retina terbuka, nyata tanpa bias. Seperti yang pernah ditayangkan
imaji malam lalu, seseorang berkerudung putih benar berjalan mendekatiku. Aku
ingin tahu sebuah cerita tentang hari yang berbeda. Aku bertanya penasaran:
“kenapa hari ini pakai kerudung putih?” seseorang itu tidak tahu alasannya, ”hampir
tidak pernah memakai jilbab putih
kecuali diharuskan memkai... Tapi entah kenapa hari ini ingin memakai kerudung
warna putih.” Jawabnya.
Siapa yang menggerakkan tangan
mengambil putih di antara warna-warna lain? Siapalah kita. Ada Allah maha
mengatur segalanya. Aku hanya tahu tentang seorang yang kebiasaannya memakai
kerudung biru, atau coklat yang “sama tuanya”. Kerudung putih itu, mewujudkan
sucinya harapan hingga membuat cerita hari ini berbeda. Ruang dan waktu
pertemuan kita menjadi putih, sama dengan suasana hatiku.
Yk, 6 March 2016.
post by studen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar