Kepribadian Nomor Satu
by Alkanjawi
Untuk urusan perkenal-mengenalan
sesama manusia, dan sebelum lebih jauh pada kata “menilai”, alangkah lebih baik
kita mesti melihat segala sesuatunya berdasarkan kepribadian.
Menilai seseorang
dalam suatu perkenalan memabng bukan perkara mudah, apalagi kalau anda tidak
terbiasa menilai ke dalam diri. Tetapi kalau Anda memiliki kemampuan khusus
untuk itu, sekali saja bertemu seseorang, menilainya sudah barang tentu mudah, dan
berlanjut pada kritik atau saran atau apresiasi apapun. Terkait kemampuan
khusus ini, orang-orang yang telah mengetahui dirinya sendiri dialah yang bisa
melakukan.
Saya pribadi bukan
bagian “orang pintar” yang tahu idealitas di balik realitas seseorang,
melainkan baru pada tahap memasuki, mencoba menekuni, dan laku tapa pada journey
ke dalam luasnya diri. Apa yang saya cari? Dalam perjalanan, rumus utama yang
harus diterapkan adalah menentukan tujuan. Saya bertujuan menemukan ruang dan
masa tak berbatas sehingga ketika saya menjumpai diri saya di dalam ruang itu,
maka tidak ada yang lain kutemukan kecuali keserba-terbatasan sendiri. Mengapa
batas? Karena hakikatnya kita semua adalah makhluk yang hanya mampu hidup
dengan adanya batasan. Kita akan rusak, hancur dan celaka bila melanggar
batasan-batasan.
Kemudaian, saya
yakin kepada Tuhan sang pencipta, menciptakan manusia adalah untuk manusia itu
sendiri. Dan, bila mungkin pertanyaan berlanjut: kenapa mesti manusia?
Jawabannya, karena manusia adalah semesta ciptaan yang di dalam dirinya ditanam
potensi menjadi kekasih. Dalam mencapai tingkat pada posisi kekasih ini, Tuhan
sendiri mungkin akan senang mencoba-coba, meguji untuk sebuah kelayakan seorang
pribadi menjadi abadi di sisinya.
Dalam
kemanusiaan sendiri, banyak sekali unsur-unsur yang mengisi dan meliputinya,
Ibarat lingkaran, proporsi utama yang memenuhi manusia sebenarnya adalah Allah.
Namun, sebab-sebab lain bisa mungkin masuk dan mengebaki lingkaran kemanusiaan
itu, termasuk iblis. Secara fisik. Meskipun manusia diciptakan dengan bentuk
yang paling baik, tetapi seorang manusia adalah setitik debu yang hidup dari
kumpulan daging dan tulang. Poisi manusia adalah menempel di permukaan bumi.
Manusia sekecil ini dilekati oleh daya tarik bumi, sehingga mereka aman dan
tidak terpental keluar dari peredaran, ketentuan-ketentuan, dan waktu yang semuanya
telah di tetapkan Tuhan.
Substansi dan
posisi yang memenuhi kemanusiaan itu, merupakan bahan utama dalam menemukan
jalan menemukan hakikat diri. Di situ pula letak kesadaran yang menuntut untuk
ditemukan. Pertanyaan akan siapa sebenarnya pribadi yang akan mengisi ruang
alam semesta dari manusia yang hanya sekecil debu, akan terjawab sebagai wujud
yang harus disadari secara total. Bila kelak di kemudian hari, manusia telah
menghadap Tuhan, maka yang dilihat, dinilai, diterima Tuhan adalah ketakawaan
yang mana tidak lain itu adalah segala perilaku yang melekat pada kepribadian
manusia.
Sesungguhnya
kepribadian diri manusia merupakan dasar kepribadian paling fundamental untuk
realitas yang meruanglingkupinya. Pada ahirnya, kepribadian desa, kepribadian
bangsa, kepribadian negara, kepribadian dunia, dan kepribadian alam semesta
baik buruknya tergantung dengan kerpribadian manusia itu sendiri.
Alkanjawi, 4 June 2016.
post by studen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar