Rabu, 18 Januari 2012

Strategi Pembelajaran Kontekstual


STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
                 Di dalam pembelajaran atau yang lazim disebut dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) ada beberapa hal yang sebenarnya menjadi substantif dan terkadang menjadi permasalahan yang tidak disadari oleh setiap guru atau pendidik dalam proses pembelajaran. Seperti halnya, guru yang sedang mengajar, belum tentu diikuti dengan kegiatan belajar oleh siswanya. Siswa yang belajar terkadang tidak paham meskipun telah hafal. Begitu juga dengan siswa yang paham, belum tentu dapat mempraktekkan pengetahuan atau hafalannya tersebut ke dalam kehidupan nyata. Maka dari itu, yang menjadi pokok pembahasan pada makalah ini adalah bagaimana seorang guru dapat/mampu menerapkan strategi pembelajaran yang dapat menjadi alternatif dari permasalahan tersebut.
Salah satu strategi pembelajaran yang baik menurut penulis adalah strategi pembelajaran kontekstual. Karena strategi pembelajaran kontekstual dapat memadukan antara tiga aspek kecerdasan, antara lain aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Strategi pembelajaran kontekstual dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Sehingga peserta didik tidak lagi dipandang sebagai objek, akan tetapi subjek yang dapat menunjukkan eksistensi dan konstribusinya dalam pendidikan.
Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan dalam realita yang ada. Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh dan mengolah informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep keilmuan yang bersifat pendidikan umum (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan, akan dapat juga menciptakan suasana yang kondusif dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya suasana kondusif, maka proses pembelajaran akan mendapatkan suatu hambatan di dalam pelaksanaannya. Karena hal tersebut memiliki pengaruh terhadap keberhasilan suatu pendidikan. oleh karena itu, dengan adanya strategi pembelajaran yang baik tersebut, diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang memiliki kreatifitas dan inovatif dalam melakukan aktualisasi dari gagasan-gagasan yang dimilikinya.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana konsep dan aplikasi strategi pembelajaran kontekstual?
2.      Bagaimana peranan strategi pembelajaran kontekstual dalam mengembangkan karakter peserta didik?
3.      Bagaimana relevansi strategi pembelajaran kontekstual dengan pendidikan karakter?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    KONSEP DASAR STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupannya, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang mengguanakan pendekatan CTL.
1.      Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya sesuatu yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh memiliki keterkaitan satu sama lain.
2.      Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru  (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3.      Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, akan tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pegetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4.      Memparaktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak ada perubahan pada perilaku siswa.
5.      Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik (feed back) untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

B.     NILAI-NILAI KARAKTER DALAM STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1.      Nilai Kepedulian
Yaitu sifat yang membuat pelakunya merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Mengetahui bagaimana rasanya jadi orang lain, terkadang ditunjukkan dengan tindakan memberi dan terlibat dengan orang lain tersebut. Kepedulian bukan hanya mendorong tindakan memberi atau menyumbangkan sesuatu yang dibutuhkan atau berguna bagi orang lain, akan tetapi juga memunculkan tindakan melibatkan diri dan terjun langsung untuk melakukan tindakan (action).
2.      Nilai Tanggung Jawab
Sikap tanggung jawab dapat menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki karakter yang baik atau tidak. Tanggung jawab tidak bisa dilepaskan dari amanah atau kepercayaan yang telah diberikan kepada seseorang. Pada dasarnya hidup itu dipenuhi dengan pilihan, yaitu memilih untuk bertindak dan bersikap. Bertanggung jawab pada suatu benda, baik benda mati atau benda hidup berarti melahirkan sikap dan tindakan atas benda itu.
3.      Nilai Penghormatan
Esensi penghormatan adalah untuk menunjukkan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Rasa hormat biasanya ditunjukkan dengan sikap sopan dan juga membalas kebaikan, baik berupa sikap maupun pemberian. Sedangkan rasa hormat juga bisa berarti sikap toleran, terbuka dan menerima perbedaan sekaligus menghormati otonomi orang lain. Aturan penghormatan adalah bahwa seluruh manusia pada dasarnya memiliki hak untuk dihormati dan saling menghormati.
4.      Nilai Kesadaran
Dengan pengetahuan yang telah dimiliki, maka diharapkan ada suatu tindakan individu untuk mengaktualisasikan apa yang menjadi pengetahuannya tersebut dengan keterkaitannya di dalam kehidupan nyata. Nilai kesadaran akan dapat terealisasikan dengan baik ketika individu tersebut dapat mengaitkan pengetahuan dengan realita yang ada.
5.      Nilai Keadilan
Sikap adil merupakan kewajiban moral dari setiap individu. Kita diharapkan dapat memperlakukan semua orang secara adil. Kita harus mendengarkan orang lain dan memahami apa yang mereka rasakan dan pikirkan atau setidaknya yang mereka katakan. Adil harus dilakukan baik dalam pikiran dan perbuatan. Menurut Jeans Main dalam novel “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer, bahwa seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.

C.     ASAS-ASAS STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Strategi pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas-asas yang melandasi pelaksanaannya dengan menggunakan pendekatan CTL. Sering kali asas ini disebut juga dengan komponen-komponen CTL, di antaranya:

1.      Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Dengan demikian, pengetahuan itu tidak bersifat statis, tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruknya. Lebih jauh menurut Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:
a.       Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
b.      Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c.       Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Asumsi itu yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Atas dasar asumsi tersebutlah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran CTL, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
2.      Inkuiri
Inkuiri merupakan asas dalam pembelajran CTL, dalam artian proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejuta fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikan dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancangpembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu;
a.       Merumuskan masalah
b.      Mengajukan hipotesa
c.       Mengumpulkan data
d.      Menguji hipotesa berdasarkan data yang ditemukan
e.       Membuat kesimpulan
Penerapan asas ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masaah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Asas menemukan tersebut, merupakan asas yang penting dalam pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir secara sisematis seperti langkah-langkah di atas, diharapkan siswa mampu memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.
3.      Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan mejawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a.       Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.
b.      Membangkitkan motivasi siwa untuk belajar.
c.       Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d.      Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
e.       Membimbing sisiwa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4.      Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar dalam CTL, menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok. Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling berbagi pengalaman, informasi dan pengetahuan. Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok. Kemudian guru dapat memberikan pendampingan dengan cara mendatangkan orang-orang yang memiliki kehalian di bidang tertentu yang sedang dibahas oleh siswa.
5.      Pemodelan (Modelling)
Asas modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru olah raga memberikan contoh tentang bagaimana cara menendang bola, atau guru biologi memberikan contoh bagaimana cara mencangkok tanaman. Proses modelling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya, siswa yang bisa menendang bola dapat disuruh untuk memberikan contoh pada siswa yang lain.
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan melakukan cara mengurtkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya. Dalam proses pembelajaran CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
7.      Penilaian nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, memahami atau tidak, menguasai atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara kontinu selama kegiatan berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

D.    PROSEDUR PELAKSANAAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Untuk memahami bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses pembelajaran, di bawah ini disajikan contoh penerapannya. Dalam contoh tersebut dipaparkan bagaimana guru menerapkan pembelajaran dengan pola konvensional dengan pola CTL. Hal ini dimaksudkan agar dapat memahami perbedaan penerapan kedua pola pembelajaran tersebut.
Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan kepada siswanya tentang fungsi pasar. Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan jenis pasar. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar, seperti:
-          Siswa dapat menjelaskan pengertian pasar.
-          Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis pasar.
-          Siswa dapat menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar tradisonal dengan pasar nontradisional (misalnya pasar swalayan dengan super market)
-          Siswa dapat menyimpulkan fungsi pasar.
-          Siswa mampu membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar.
1.      Pola pembelajaran konvensional
Untuk mencapai tujuan kompetensi di atas, mungkin guru menerapkan strategi pembelajaran sebagai berikut:
a.       Siswa disuruh untuk membaca buku tentang pasar
b.      Guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan pokok-pokok materi pelajaran seperti yang terkandung dalam indikator hasil belajar.
c.       Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mana kala ada hal-hal yang dianggap kurang jelas (diskusi).
d.      Guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan menyimpulkan.
e.       Guru melakukan post-test evaluasi sebagai upaya untuk menge-ceck terhadap pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah disampaikan.
f.       Guru menegaskan kepada siswa untuk membuat karangan sesuai dengan tema pasar.
Dari model pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas, maka tampak bahwa proses pembelajaran sepenuhnya ada pada kendali guru. Siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi. Pengalaman belajar siswa terbatas, hanya sekedar mendengarkan. Mungkin terdapat pengembangan proses berpikir, tetapi proses tersebut sangat terbatas dan terjadi pada proses berpikir taraf rendah. Melalui proses pembelajaran seperti itu, maka jelas faktor-faktor psikologis anak tidak berkembang secara utuh, misalnya mental dan motivasi belajar siswa.
2.      Pola pembelajaran kontekstual (CTL)
Untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini:
a.       Pendahuluan
1). Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2). Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual (CTL);
- Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa
- Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi
- Melalui observasi, siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang di temukan di pasar-pasar tersebut.
3). Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.
b.      Inti
Di lapangan:
1.      Siswa melakukan observasi ke pasar sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
2.      Siswa mencatat hal-hal yang ditemukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas:
1.      Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
2.      Siswa melaporkan hasil diskusi
3.      Setiap kelompok menjawab dari setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
Penutup
1.      Dengan bantuan guru, siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
2.      Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “pasar”.
Untuk itu, ada beberapa catatan dalam pembelajaran kontekstual (CTL) sebagai berikut:
1.      Pembelajaran kontekstual/CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2.      CTL memandang bahwa belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3.      Kelas dalam pembelajaran CTL, bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil dari temuan di lapangan.
4.      Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil dari orang lain.

E.     VARIASI PENGEMBANGAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Variasi pengembangan yang dirumuskan oleh penulis adalah variasi dinamika group. Artinya, siswa yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok akan diberikan tugas sesuai dengan tema yang sudah dibagikan. Misalnya pada mata pelajaran ekonomi, tema yang ditentukan adalah tentang pasar tradisional dan pasar modern. Maka, ilustrasinya adalah kelas dibagi menjadi empat kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diberikan tugas untuk melakukan observasi ke pasar tradisional dan pasar modern. Sehingga diharapkan siswa tersebut menemukan materi sendiri di lapangan.
Selanjutnya, pada pertemuan belajar setelah siswa tersebut melakukan observasi, maka untuk mengembangkan variasi strategi pembelajaran kontekstual ini, penulis mengembangkan strategi pembelajaran dengan nama “Kursi Kontoversi” atau “Controversion Chair”. Ilustrasi pengembangan strategi ini adalah:
1.      Menyusun kursi dengan bentuk berhadapan
2.      Dengan guru sebagai mediator berada di tengah, di antara kelompok tersebut
3.      Dua kelompok dipanggil untuk saling duduk berhadapan
4.      Guru sebagai mediator menjadi pengatur jalannya debat
5.      Sesuai dengan tema yang ada, maka satu kelompok pertama diberikan waktu untuk mempresentasikan materi tentang pasar tradisional yang ditemukannya di lapangan.
6.      Kemudian, dilanjutkan dengan presentasi kelompok kedua tentang pasar modern.
7.      Setelah itu, diberikan kesepatan kepada masing-masing kelompk untuk saling bertanya dan menjawab setiap pertanyaan dari masing-masing kelompok.
Dengan variasi pengembangan yang disebut dengan “Kursi Kontroversi” atau “Controversion Chair” ini, diharapkan siswa dapat mengeksplorkan setiap gagasan-gagasannya yang telah ditemukan di lapangan atau dari hasil observasinya tersebut. Dengan demikian, ada suatu pembelajaran, dimana siswa telah menemukan materi dan mengaitkannya materi tersebut dengan kehidupan yang nyata. Sehingga materi yang telah diajarkan juga tidak hanya menjadi pengetahuan yang bersifat hafalan. Karena di dalam variasi pengembangan strategi pembelajaran ini juga memberikan ruang kepada siswa untuk terlibat dan berinteraksi aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
            Contoh. Gambar variasi pengembangan startegi pembelajaran konteksual dengan pembelajaran “Kursi Kontroversi” atau “Controversi Chair

F.      KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL.
Pembelajaran konstekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran konstekstual disini melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran, seorang siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Pembelajaran konstekstual mengarahkan siswa kepada upaya untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pembelajaran. Didalam pembelajaran konstekstual, belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.
Pembelajaran konstekstual mengarahkan siswa kepada proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh, bukan hanya perkembangan intelektual tetapi juga mental dan emosionalnya. Belajar secara konstekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks.
1.      Keunggulan strategi pembelajaran konstekstual
a.       Pembelajaran konstekstual mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata siswa secara terintegrasi dan alamiah sehingga mampu menggali, berdiskusi, berpikir kritis, dan memecahkan masalah nyata yang dihadapinya dengan cara bersama-sama.
b.      Pembelajaran konstekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya siswa tidak hanya diharapkan dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku/tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Pembelajaran konstekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima materi pelajaran, melainkan dengan cara proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
            Didalam pembelajaran konstekstual terdapat lima karakteristik penting, yaitu bahwa pembelajaran merupakan upaya untuk:
1.        Mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
2.        Memperoleh dan menambah pengetahuan. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan.
3.        Memahami pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami.
4.        Mempraktikkan pngetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
5.        Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan model konstekstual:
a.       Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar siswa akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya.
b.      Setiap siswa memiliki kecenderungan untuk mempelajari hal-hal yang baru dan memecahkan setiap persoalan yang menantang.
c.       Belajar bagi siswa adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
d.      Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaraan secara keseluruhan.
2.      Kelemahan Strategi Pembelajaran Konstekstual
a.       Membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik untuk bisa memahami semua materi.
b.      Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
c.       Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

G.    PERAN STRATEGI PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK.
Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Menurut seorang Bobbi deporter ada tiga gaya belajar siswa, yaitu meliputi: tipe visual, tipe auditorial, tipe kinestetis. Tipe visual adalah gaya belajar yang dilakukan dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatan yang dimilikinya. Tipe auditorial adalah tipe belajar yang menggunakan dengan cara indra pendengaran yang dimiliki. Tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru didalam menggunakan pendekatan CTL/konstekstual yakni:
1.    Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2.    Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3.    Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mempu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4.    Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual, dan keberhasilan pembelajaraan secara keseluruhan.

H.    RELEVANSI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pembelajaran kontekstual merupakan metode pembelajaran yang menekankan pengetahuan dengan pengalaman nyata. Artinya, ada suatu usaha untuk mengkaitkan antara konsep yang dipelajari dengan kenyataan yang ada. Sehingga apa yang menjadi pengetahuan dapat diaktualisasikan di kehidupan nyata. Karena dalam pembelajaran kontekstual bukanlah pembelajaran yang menekankan pada hafalan-hafalan semata. Dalam hal ini, maka adanya pendekatan integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik dan afektif agar tujuan pembelajaran tersebut tercapai.
Pembentukan karakter adalah bagian integral dari orientasi pendidikan islam. Tujuannya adalah membentuk kepribadian seseorang agar berperilaku jujur, baik, bertanggung jawab, fair, menghormati, dan menghargai orang lain, adil, tidak diskriminatif, egaliter, pekerja keras, dan karakter-karakter unggul lainnya. Pendidikan sebagai pembentukan karakter semacam ini tidak bisa dilakukan dengan cara mengenali atau menghafal jenis-jenis karakter manusia yang dianggap baik begitu saja, melainkan harus melalui pembiasaan dan praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan budaya yang telah ada. Perkembangan kebudayaan sering berkaitan dengan karakter dan kepribadian individu. Istilah karakter juga menunjukkan bahwa tiap-tiap sesuatu memiliki perbedaan. Dalam istilah modernnya, tekanan pada istilah perbedaan (distinctiveness) atau individualitas (individuality) cenderung membuat kita menyamakan antara istilah karakter dan personality (kepribadian), sehingga dapat diasumsikan bahwa orang yang memiliki karakter berarti telah memiliki kepribadian.
Istilah kepribadian juga berkaitan dengan istilah karakter, yang diartikan sebagai totalitas nilai yang mengarahkan manusia dalam menjalani hidupnya. Jadi, istilah tersebut berkaitan dengan sistem nilai yang dimiliki oleh seseorang. Orang yang matang dan dewasa biasanya menunjukkan konsistensi dan karakternya. Ini merupakan akibat keterlibatannya secara aktif dalam proses pembangunan karakter. Jadi, karakter dibentuk oleh pengalaman dan pergumulan hidup. Pada akhirnya tatanan  dan situasi kehidupanlah yang menentukan terbentuknya karakter masyarakat kita.
Dengan demikian, apabila pembelajaran kontekstual memiliki beberapa prinsip untuk dikembangkan, seperti kontruktivis, inkuiri, questioning, learning community, modelling, reflection, dan authentic asessment sebagai penunjang dalam mengembangkan karakter peserta didik. Maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan; pertama, manusia adalah makhluk yang dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu kebenaran yang ada dalam dirinya dan dorongan atau kondisi eksternal yang mempengaruhi kesadarannya. Oleh karena itu, pendidikan yang bertujuan menumbuhkan karakter peserta didik perlu sekaligus mengenalkan konsep yang baik dan menciptakan lingkungan yang mengkondisikan peserta didik mencapai pemenuhan karakter utamanya. Penciptaan konteks (komunitas belajar) yang baik dalam pemahaman akan konteks peserta didik (latar belakan dan perkembanagan psikologi) menjadi bagian penting dalam membangun karakter.
Kedua, konsep pendidikan dalam rangka pembangunan karakter peserta didik sangat menekankan pentingnya kesatuan antara keyakinan, perkataan dan tindakan. Hal ini paralel dengan keyakinan dalam islam yang menganut antara kesatuan roh, jiwa dan badan. Ketiganya dapat membentuk entitas ontologi manusia yang tidak bisa direduksi ke dalam bagian-bagiannya. Prinsip ini sekaligus memperlihatkan pentingnya konsistensi dalam perilaku manusia dalam tindak kehidupan sosial sehari-hari. Ketiga, pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif dalam dirinya. Keempat, pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang tidak hanya memiliki kesadaran terhadap dirinya sendiri, akan tetapi kesadaran untuk mengembangkan dirinya, memperhatikan masalah lingkungannya, dan memperbaiki kehidupan nyata seseuai dengan pengetahuan dan karakternya. Kelima, karakter seseorang ditentukan oleh apa yang dilakukannya berdasarkan pilihan bebasnya. Dalam kehidupan sehari-hari setiap keputusan yang diambil seseorang mencerminkan kualitas seseorang di mata orang lain. Seseorang yang mampu mengambil pilihan yang tepat, maka individu tersebut sebetulnya menunjukkan kualitas karakter yang dimilikinya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pada dasarnya, strategi pembelajaran kontekstual sangat menekankan dalam pengembangan 3 aspek, yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Maka dari itu, sangatlah penting apabila peserta didik atau siswa diberikan ruang untuk terlibat di dalam kegiatan pembelajaran.
Relevansinya pembelajaran kontekstual dengan pendidikan karakter adalah dikarenakan adanya tujuan yang sama, yaitu tidak hanya mengutamakan pemupukan pengetahuan (kognitif), melainkan yang terpenting adalah pendampingan dan pembinaan terhadap peserta didik dalam mengembangkan karakter yang menekankan pembiasaan sistem nilai (value) aktual dan aktualisasi diri sendiri. Dalam konteks ini, maka pembelajaran kontekstual dapat memberikan wadah atau sarana kepada peserta didik untuk mengembangkan karakter.
B.     Saran
Pembelajaran kontekstual sangat strategis untuk diterapkan di sekolah-sekolah dalam rangka mengembangkan karakter peserta didik. Oleh karena itu, dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual di sekolah-sekolah, maka peserta didik dapat mengaitkan dan melibatkan dirinya dari apa yang telah menjadi pengetahuannya terhadap kehidupan nyata. Bagi guru-guru yang sangat menginginkan agar peserta didiknya dapat merealisasikan pengetahuannya, maka strategi pembelajaran kontekstual inilah yang cocok untuk kegiatan belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA
Hamruni, M.Si.  Prof. Dr. H.  Strategi dan model-model pembelajaran aktif-menyenangkan. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009
Kesuma, Dharma, Drs. M.pd.  Hermana, Dody, Dr. MBA, M.Si, dkk. Contextual Teaching and Learning.Yogyakarta: Rahayasa,2010
Mu’in, Fatchul, Pendidikan Karakter, Konstruksi Teoritik dan Praktik: Urgensi Pendidikan Progressif dan Revitalisai Peran Guru dan Orang Tua, Yogyakarta:Ar ruzz Media,2011
Sanjaya, Wina, M.Pd.  Prof. H.  Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana,2010
Tim Direktorat Pendidikan Madrasah, Wawasan Pendidikan Karakter dalam Islam, Jakarta:Direktoran Pendidikan Madrasah Kementrian Agama,2010
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/12/Strategi-pembelajaran-konstekstual/

Tidak ada komentar:

Alam Pikir Orang Kita

Aktivitas paling tidak di hargai di sini, salah satunya adalah berpikir. Maka jangan sekali-kali mempertontonkan hal itu di depan umum! Me...