Rabu, 16 Maret 2016

Kerudung Putih

by fuad hasan succen


Kerudung putih, kusaksikan dalam lamunan yang amat sementara masa singgahnya. Kehadirannya bak penggalan “kejadian” tanpa awal dan tanpa ahir. Kerudung putih hinggap di bayanganku, bergelombang di pikiranku.

Waktu rembulan, larut sekali, hanya sepersekian detik, suasana hening, begitu tenang, dan bayangan seseorang berkerudung putih adalah satu-satunya di pandanganku. Hadirnya memenuhi lubang hitam kelopak penglihatanku. Tak kutahu secepat itu dari sebuah pintu yang berlimpah cahaya, ia berjalan mendekatiku, lalu berbicara sesuatu. Tapi aku, tak begitu jelas atas suaranya. Aku masih kaku, juga tak mengerti isyarat yang disampaikan gerak bibir seseorang itu.  

Imajinasi kerudung putih, mencair dari kebekuan dalam gelap di hatiku, mengalir di setiap aliran darah, di denyut nadi kehidupanku, juga di lubuk yang terdalam. Kecil namun bercahaya, putih yang polos, teduh membingkai paras, menghiasi senyuman, menjadi indah, sangat sempurna. Selain dalam bayangan, tidak ada itu kesempurnaan, bukan?  

Aku melihat-mencari-cari lagi cahaya kerudung putih. Dalam imajinasi, dalam lamunan, dalam mimpi yang berujung pada kosong, hilang dan tersisakan sunyi. Aku tahu bukan kuasaku menghadirkan cahaya itu di gelap pandangku. Bukan dariku pula kemampuan imajinatif itu. Ataukah, ini karena daya kita berdua yang (mungkin) telah saling menyatu?

Dari mana imajinasi kerudung putih? Mungkin, dari alam pikir bawah sadar, lalu menguak dengan sendirinya saat tabir jiwa terbuka. Hanya pada saat itu, ketika suasana bulatan bumi berotasi, deretan titik-titik lain yang kebetulan bertepatan, (tampak) menyatu dari sudut kita bersamaan memandang. Aku dan imajinasi yang datang tiba-tiba, adalah mekaran bunga suku jiwa yang dipenuhi gambaran wajah; siapa dan nama cantik yang disandangnya. Kerudung putih yang hanya sekali menampakkan diri, dalam tenang aku terpesona. Sepanjang waktu merindu, lenyap setelah mata melihatnya.

Hari tiba imajinasi mewujudkan diri. Hijab retina terbuka, nyata tanpa bias. Seperti yang pernah ditayangkan imaji malam lalu, seseorang berkerudung putih benar berjalan mendekatiku. Aku ingin tahu sebuah cerita tentang hari yang berbeda. Aku bertanya penasaran: “kenapa hari ini pakai kerudung putih?” seseorang itu tidak tahu alasannya, ”hampir tidak pernah memakai jilbab putih kecuali diharuskan memkai... Tapi entah kenapa hari ini ingin memakai kerudung warna putih.” Jawabnya.

Siapa yang menggerakkan tangan mengambil putih di antara warna-warna lain? Siapalah kita. Ada Allah maha mengatur segalanya. Aku hanya tahu tentang seorang yang kebiasaannya memakai kerudung biru, atau coklat yang “sama tuanya”. Kerudung putih itu, mewujudkan sucinya harapan hingga membuat cerita hari ini berbeda. Ruang dan waktu pertemuan kita menjadi putih, sama dengan suasana hatiku.


Yk, 6 March 2016.  
post by studen

Alam Pikir Orang Kita

Aktivitas paling tidak di hargai di sini, salah satunya adalah berpikir. Maka jangan sekali-kali mempertontonkan hal itu di depan umum! Me...