Rabu, 08 Juni 2016

Kemerdekaan Orang Berpuasa

Kemerdekaan Orang Berpuasa
By alkanjawi

Salah satu aspek fungsional puasa yang baru saya sadari hari ini; orang berpuasa memegang kemerdekaan sebagai penyelamat kehidupan.

Sebelumnya, bertahun-tahun lamanya saya termakan pola pikir sendiri, kalau puasa hanya akal-akalan Allah untuk mencoba manusia sekuat mana menahan lapar dan dahaga. Setingkat lebih “nalar”, puasa kemudian saya terjemahkan sebagai ujian yang sengaja Allah wajibkan untuk mengukur tingkat ketakwaan manusia menjalani perintahnya. Karena alasan pertama itu, masa kecil saya ketika datang bulan Ramadhan, tanpa sepengetahuan orang lain saya biasa makan dan minum es di siang bolong. Kedua dalam urusan ketakwaan, saya memilih bertahan tidak makan atau minum apa-apa sampai tiba kumandang azan maghrib. Pola pikir purba tentang puasa yang dulu pernah menghinggapi nalar itu, sepertinya kini sudah terbang dan menghilang.

Proses pengetahuan manusia memang fleksibel dan mudah menerima atau dimasuki stimulan dari mana pun. Semakin banyak bahan bacaan tentang puasa, saya menjadi terpikir puasa adalah media untuk membersihkan jiwa dari “penyakit-penyakit dalam” yang tidak bisa disembuhkan dengan alat-alat kedokteran moderen. Penyakit-penyakit dalam itu terakumulasi dan mengendap dalam tubuh setelah 11 bulan lamanya kita bebas makan dan minum apa saja yang entah dari mana dan dengan cara apa memperolehnya.

Saya terpikir puasa adalah model penyembuhan dari dalam. Dari situ, mengalir penyataan lanjutan: karena itu orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan jauh boleh untuk tidak berpuasa. Orang sakit yang dia ikhlas menerima keadaan sakit, dosa-dosanya dimaafkan oleh Allah. Musafir perjalanan jauh yang niatnya tulus mencari ridho Allah dan kemaslahatan manusia, oleh agama disamakan dengan perjalanan menuju masuk surga. Saya mengartikan sakit dan perjalanan jauh (yang menjadi syarat boleh tidak berpuasa) itu sama juga sebagai “metode penyembuhan yang mirip” sebagaimana puasa.

Walaupun sakit dan perjalanan jauh dapat mengurangi beban dosa kita, namun keduanya tidak seimbang kelas penyembuhan dan “kualitas obat” yang dikandung dalam puasa ramadhan. Maka, atas keringanan Allah, kita tetap wajib mengganti puasa di lain waktu. Bila juga tidak memungkinkan puasa, gantinya bisa dengan sedekah. Memberi kebahagiaan pada orang lain. Allah menghendaki puasa ini sebagai penyembuhan diri supaya hidup kita menjadi selalu teriring kemudahan, dan tertutup dari kesulitan-kesulitan di masa mendatang. Mengenai perintah puasa ini, kalau tidak salah Nabi Muhammad mengatakan: Puasalah kalian agar kalian semua sehat.

Poin Penting 

Sebagaimana ibadah lain yang hukumnya wajib, puasa diatur sedemikian rigid mulai dari waktu, cara, sampai ekspresi yang sulit untuk diotak-atik atau diperbarui (kontekstualisasi) dengan cara apapun. Bukan terus maksud saya hendak merubah kesepakatan tatanan ibadah tersebut. Namun, sebagai manusia pikiran-pikiran aneh bisa saja melintas melewati hal apa saja. Misalnya dalam konteks kita bernegara, Mas Joko tidak pantas menjadi presiden Indonesia, pantasnya dia itu presidennya Amerika. Hal aneh semacam ini bisa saja menembus kebakuan normatif keberagamaan kita. Juga termasuk ibadah wajib yang sudah jelas disusunkan segala macamnya oleh para ulama dari nabi sebagai referensi utamanya.

Peritah puasa akan tetap menjadi perintah sampai ketemu ahir hitungan hari dan bulan. Kita semua yang dalam kondisi normal akan tetap tekena wajib ain untuk berpuasa pada bulan ramadhan. Puasa mengembalikan kealamiahan kita semua untuk kebaikan lingkup dunia dan kehidupannya. Skup lebih luas puasa meliputi segala dimensi lahir dan batin, serta lapisan kemanusiaan. Puasa memerdekakan kita untuk hari ini dan masa depan dengan mengenalkan batasan-batasan yang berguna menjaga ketetapan kadar kemanusiaan.

Saya yakin, hewan dan tumbuhan tidak perlu diperintahkan berpuasa, karena secara alamiah pada waktu yang tepat mereka akan berpuasa dengan sendirinya. Kita yang diberi akal, bisa berpikir merengkuh kebebasan, (kalau mau mengakui) sebenarnya kemerdekaan yang kita harapkan adalah kemerdekaan metafisik sebebas-bebasnya atas makan dan minum. Makan minum kekuasaan, kedudukan, kemashuran dengan cara mendominasi, menekan yang lain untuk kepentingan kemerdekaan individual. Maka, tiada lain kemerdekaan yang kita ingini semacam itu lebih cenderung ke arah kerusakan. Bukan kemerdekaan yang mengusung keselamatan rahmatan lil alamin.

Sesungguhnya perintah puasa bukan hanya sekedar melarang makan minum atau menghindari aktifitas fisik yang membatalkannya. Puasa meliputi seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan pemerintahan yang berkaitan dengan manusia. Kita berpuasa selain untuk diri sendiri, juga berfungsi untuk keseimbangan aspek kehidupan, pola pikir, bangsa, bumi, dan alam semesta.

Menjadi merdeka melalui berpuasa berarti kita mampu mengendalikan, mengekang, dan melawan dari segala dorongan nafsu menguasai, menghegemoni, atau menjajah yang itu secara prinsip bertentangan dengan kemerdekaan. Lapar, dahaga dan menahan libido seksual adalah bagian fisikal eksoteris. Di balik itu, berjuta-juta jenis nafsu jahat yang terus bergulat di bagian batin kita, sama sekali tidak pernah telihat oleh realitas empiris. Puasa menembus nafsu yang bergeraknya di alam batin, lalu mengobati, menyembuhkan dengan membuat batas-batas agar nafsu tak bisa sekehendaknya sendiri.

Bagi kita yang mampu membatasi nafsu dengan puasa, balasan pahalanya langsung dari Allah yang Maha Besar. Bisa jadi semua jenis timbangan yang kita kenal, tidak akan mampu mengukur besarnya pahala kita yang benar-benar berpuasa.


Pedakbaru, yk 2016




post by studen











Alam Pikir Orang Kita

Aktivitas paling tidak di hargai di sini, salah satunya adalah berpikir. Maka jangan sekali-kali mempertontonkan hal itu di depan umum! Me...